This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Showing posts with label MISTIS ALAM. Show all posts
Showing posts with label MISTIS ALAM. Show all posts

Tuesday, May 28, 2013

SEJARAH GUNUNG MERBABU

SEJARAH GUNUNG MERBABU

Jalur Selo

Untuk mencapai Desa Selo yang merupakan desa terakhir yang di lalui oleh kendaraan umum, dari arah Solo kita naik bus jurusan ke Boyolali kemudian naik lagi menuju Selo (20 km) yang terletak pada ketinggian 1.460 m.dpl (lihat jalur pendakian Gunung Merapi lewat selo).Tampak Gunung Merapi meletupkan gumpalan asap, didepannya adalah Gunung Merbabu by thebigdurianSetelah sampai di Desa Selo kita turun di pasar kemudian berjalan menuju Pos Polisi yang terletak tidak jauh, sekitar 100 m. Jalan menuju kampung terakhir dimulai di depan Pos Polsek ini. Sebelum langsung mendaki mintalah ijin terlebih dahulu di Pos Polisi ini.
Perjalanan kita mulai menuju ke kampung Tuk Pakis yang merupakan Kampung terahkir untuk mencapai puncak Gunung Merbabu. Untuk tiba di kampung ini perjalanan melewati jalanan berbatu melalui Kampung Jarakan (1.580 m dpl) dan kampung Selo Tengah sekitar 1 jam perjalanan dari Pos Polisi.
Dusun Tuk Pakis terletak pada ketinggian 1.800 m.dpl, merupakan perkampungan kecil. Mata pencaharian sebagian besar penduduk dusun ini dengan bertani sayur-sayuran. Untuk persediaan air sebelum mendaki sebaiknya mengambil di kampung ini karena sumber air tidak kita temui lagi sepanjang pendakian ke puncak Gunung Merbabu. Setelah sampai di kampung ini kita bisa bermalam di rumah pak Soenarto atau dirumah Pak Prawiro (juru kunci Gunung Merbabu) dan meneruskan perjalanan pada pagi harinya atau malam hari.
Dari rumah Pak Sunarto/Prawiro kita berjalan menuju ke arah batas ladang dan hutan yang tidak terlalu jauh. Dari batas hutan dan ladang perjalanan di teruskan di jalan setapak yang akan menemui banyak percabangan menuju ke atas tetapi jalanan akan bertemu di satu tempat yaitu di jalan pertigaan pertama.
Dari pertigaan pertama kita menuju ke jalan yang lurus atau ke arah kanan sama saja, mulai akan bertemu di percabangan jalan. Dari percabangan kita ambil jalan ke arah kiri yang melewati sebuah bukit maka kita akan sampai di Dok Jarakan (45 menit), lalu jalan ke arah kanan kita akan sampai di Dok Malang. Perjalanan dari Dok Jarakan ke Dok Malang di butuhkan waktu sekitar 30 menit.
Dari Dok Malang, kita berjalan ke arah kiri sampai ketemu hutan yang agak lebat, belok ke arah kanan, menyusuri pinggiran jurang kita akan sampai di pertigaan Ampel. Kemudian perjalanan diteruskan menyusuri jalanan lurus, lalu ke arah kiri selama 1 jam kita akan sampai di Pos Gopa.,dan kita teruskan menuju ke Batu Gubuk.
Dari Batu Gubuk diteruskan lagi menuju ke Sabana I. Dari Sabana I jalan mulai landai dan kita akan sampai di Sabana II, sebuah padang rumput yang letaknya dilereng Gunung Kukusan. Dari Sabana II kita langsung bisa menuju ke puncak Kenteng Songo (3.142 m.dpl). Dari Puncak kenteng Songo kita meneruskan perjalanan ke puncak Sarip (3.120 m.dpl). Total perjalanan dari Selo sampai ke puncak Gunung Merbabu membutuhkan waktu 7-8 jam dan turunnya 5 jam perjalanan.

Jalur Kopeng

Dari Jogjakarta kita menuju ke arah Magelang, kemudian di teruskan ke arah Salatiga, turun di Kopeng (15 Km). Di Kopeng terdapat hotel maupun losmen untuk menginap.
Dari Kopeng perjalanan dilanjutkan menuju Desa Tekelan (1.595 m dpl) selama 1 jam perjalanan, yang merupakan desa terakhir. Di desa ini hendaknya para pendaki melengkapi perbekalan dan mengambil air untuk pendakian.
Dari Tekelan kita menuju ke Pos Bayangan (Pending), melewat kebun penduduk dan hutan pinus lalu diteruskan ke Pos Gumuk, perjalanan membutuhkan waktu 2,5 jam. Dari pos I diteruskan menuju ke pos II (Lempong Sampai) selama 0,5 jam. Setelah sampai di pos II jalan kita teruskan menyusuri hutan heterogen selama 1 jam akan menemui pos III ( Watu gubuk ) dengan ketinggian 2.400 m m dpl.
Ditempat ini kita bisa menikmati pemandangan lebih leluasa karena tidak terhalang pepohonan. Dari Pos III berjalan selama 1 jam lagi kita akan sampai di Pos IV pada ketinggian 2.880 m dpl, dimana terdapat pemancar TVRI. Dari Pos IV perjalanan kita lanjutkan ke Pos V yang membutuhkan waktu selama 0,5 jam perjalanan. Setelah dari pos V kita menuju ke puncak Sarip (3.120 m dpl) selama 0,5 jam per jalanan.
Puncak Sarip adalah puncak kedua setelah puncak Kenteng Songo. Perjalanan dari kopeng sampai ke puncak Gunung Merbabu memakan waktu sekitar 7 – 8 jam dan turunnya membutuhkan waktu sekitar 5 jam perjalanan.Sebaiknya sebelum mendaki ke Gunung Merbabu kita membawa peta topografi, karena kita akan menemui beberapa puncak, sehingga kita bisa mencocokkan di peta. Bila kita mendaki lewat jalur Selo akan menemui tempat wisata bersejarah yaitu Gua Raja yang terletak 100 meter dari Selo tepatnya di Dusun Jarakan. Tempat ini biasanya di pergunakan untuk kegiatan ritual masyarakat setempat. Musim pendakian biasanya pada bulan Mei – Agustus yang dapat mencapai 5.000 orang untuk setiap tahunnya.
Untuk melakukan pendakian dari jalur Selo kita harus melapor terlebih dahulu ke POLSEK Selo yang terletak di jalan masuk kearah Gunung Merbabu. Bila kita mengalami keadaan darurat kita bisa langsung menghubungi ke kantor Polsek Selo dengan frekwensi 143.79 Mhz atau SAR lokal dengan frekwensi 148.10 MHz yang bertempat di Boyolali.
Untuk jalur pendakian lewat Kopeng-Tekelan kita harus melapor ke posko Gunung Merbabu yang beralamat di Tekelan No. 96, Kopeng, Salatiga. Jalur utama pendakian ke Gunung Merbabu lewat Kopeng banyak terkikis erosi dan biasanya para pendaki lewat jalur alternatif yang di mulai dari pos bayangan, kita menuju arah ke kanan.


Gunung Merbabu merupakan sebuah gunung yang terletak di Jawa di negara Indonesia.Gunung Merbabu mempunyai ketinggian setinggi 3,145 meter daripada aras laut.  Gunung Merbabu (juga disebut Damalung) adalah gunung api yang bertipe Strato (lihat Gunung Berapi) yang terletak secara geografis pada 7.5oLS,110.4oBT. Secara administratif gunung ini berada di wilayah Kabupaten Magelang di lereng sebelah Timur dan Kab. Boyolali di lereng sebelah Barat, Propinsi Jawa Tengah

Gunung ini pernah meletus pada tahun 1560 dan 1797. Dilaporkan juga pada tahun 1570 pernah meletus, akan tetapi belum dilakukan konfirmasi dan penelitian lebih lanjut. Puncak gunung Merbabu berada pada ketinggian 10.315 kaki (3.145 m).
Gunung Merbabu mempunyai kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan Montane, dan hutan Ericaceous atau hutan gunung.
[sunting] Pautan luar
Situs web berisi informasi yang akan sangat membantu pendaki gunung ini.
[sunting] Jenis hutan
Hutan Dipterokarp Bukit adalah kawasan hutan yang terdapat di ketinggian antara 300 – 750 meter.
Hutan Dipterokarp Bukit 300 – 750 meter
Hutan Dipterokarp Atas ketinggian 750 – 1,200 meter
Hutan Montane 1,200 – 1,500 meter
Hutan Ericaceous > 1,500 meter

Gunung Merbabu (3.142 m dpl), merupakan gunung yang tergolong dalam gunung api tua yang terletak bersebelahan dengan Gunung Merapi yang merupakan salah satu gunung api aktif. Gunung Merbabu mempunyai banyak puncak-puncak bayangan (bukan puncak asli). Karena banyaknya puncak ini seringkali para pendaki mengeluh dan jenuh tapi justru hal inilah yang menjadikan gunung ini menantang untuk di daki.
Puncak Gunung Merbabu terdiri atas dua puncak yaitu Puncak Sarip yang terletak pada ketinggian 3.120 m dpl dan Puncak Kenteng Songo dengan ketinggian 3.142 m dpl. Kedua puncak ini mempunyai panorama alam yang berbeda.

Untuk menuju ke puncak Gunung Merbabu ada 2 (dua) jalur utama; lewat Selo/Boyolali dan lewat Tekelan/Kopeng. Kedua jalur mempunyai medan perjalanan yang berbeda. Kalau kita lewat Selo jaraknya lebih jauh tapi mempunyai panorama yang indah. Pohon – pohon pinus di sepanjang jalan terasa menciptakan kenyamanan selama perjalanan dan bisa memandang lereng Gunung Merapi lebih dekat.
Perjalanan lewat Tekelan/Kopeng jalurnya lebih landai tetapi karena erosi oleh aliran air hujan menyebabkan rute penjalanan menjadi dua yaitu jalur lama dan jalur baru.
Kawasan di sekitar lereng Gunung Merbabu banyak di tanami oleh sayuran pada musim penghujan dan waktu musim kemarau ditanami tembakau. Kualitas tembakau di sini terkenal baik dan menjaditumpuan penghasilan utama penduduk Selo.
Hutan di lereng Gunung Merbabu banyak didominasi oleh pohon cemara dan akasia, dan dihuni oleh Kijang dan monyet.

REFRENSI:

SEJARAH GUNUNG RINJANI

 SEJARAH GUNUNG RINJANI

Pada jaman dahulu tidak jauh dari pelabuhan Lembar, terdapat sebuah Kerajaan Taun yang diperintah oleh seorang Raja yang sangat bijaksana bernama Datu Taun bersama permaisurinya yang sangat cantik Dewi Mas.

Di bawah pemerintahan Raja Datu Tuan, kerajaan dalam keadaan aman, damai, dan tenteram. Namun meskipun demikian Raja kelihatan sering bersedih, hal ini dikarenakan beliau belum dikarunia seorang putera, sementara Raja dan Permaisuri sudah semakin bertambah tua.

Pada suatu hari Raja dan permaisuri duduk bercakap-cakap membicarakan masalah keluarga. Baginda mengemukakan bagaimana susahnya kelak karena tidak memiliki anak. Bersabdalah Datu Tuan “Adinda kanda ingin menyampaikan permintaan, ijinkanlah kakanda mengambil istri seorang lagi. Mudah-mudahan dengan demikian kita akan dikaruniai anak yang akan menggantikan pemerintahan kelak”

Setelah Sang Permaisuri menyetujui, maka Baginda Datu Tuan segera meminang seorang gadis cantik yang bernama Sunggar Tutul, puteri dari Patih Aur.

Semenjak itu perhatian Raja terhadap Dewi Mas berkurang, beliau lebih sering tinggal di istana isteri yang baru. Raja yang terkenal adil ini telah bertindak tidak adil terhadap permaisurinya. Meskipun demikian Dewi Mas tetap selalu sabar, dan karena kemurahan Yang Maha Kuasa maka Dewi Mas mengandung.

Berita tentang Dewi Mas mengandung ini tentu saja mengejutkan Sunggar tutul, ia takut Raja akan berpaling dari dirinya dan kembali ke Permaisuru Dewi Mas. Untuk itu dengan cara yang licik Sunggar Tutul menghasut Raja, bahwa kehamilan Dewi Mas diakibatkan oleh perbuatan serong dengan seorang yang bernama Lok Deos.

Murkalah Baginda Datu Tuan, maka Dewi Mas pun di usir dari istana dan dibuang ke sebuah gili. Dengan ditemani para pengiringnya Dewi Mas tinggal di gili, mereka membangun suatu pemukiman. Dewi Mas tetap tegar dalam menempuh kehidupan menuju hari depan.

Pada suatu ketika lewatlah sebuah kapal mendakati gili tersebut, seperti ada suatu kekuatan gaib sang Nakhoda kapal tersebut mengarahkan kapalnya ke gili, dan dari kejauhan dia melihat seorang wanita cantik yang bersinar. Nakhoda dan para awak kapalpun berlabuh dan mampir ke pondok Dewi Mas.

Setelah dijamu para penumpang kapal tersebut menanyakan kenapa Dewi Mas bisa tinggal di tempat tersebut, karena selama ini gili tersebut tidak berpenghuni. Dewi Mas pun menceritakan semua peristiwa yang dialaminya. Dewi Mas meminta Nakhoda dan awak kapal tersebut untuk mengantarkannya ke pulau Bali. Akhirnya Dewi Mas beserta para pengiringnya tinggal di Bali dan membangun pemukiman baru. Hari kelahiranpun tiba, Dewi Mas melahirkan dua anak kembar yang masing-masing disertai dengan keajaiban. Seorang bayi laki-laki lahir beserta sebilah keris, dan seorang lagi bayi perempuan lahir beserta anak panah. Bayi laki-laki ini diberi nama Raden Nuna Putra Janjak sedangkan bayi perempuan dinamakan Dewi Rinjani.

Kedua bayi tersebut tumbuh besar menjadi anak-anak yang lucu dan menarik. Namun pada suatu hari kedua anak tersebut menanyakan siapakah ayah mereka, karena selama ini mereka sering diejek teman-temannya karena tidak punya ayah.

Karena desakan kedua anaknya yang terus menerus, maka Dewi Mas pun menceritakan semua kisah yang dialaminya. Diceritakannya bahwa ayah mereka adalah seorang Raja di Lombok yang bernama Datu Taun, dirinya dibuang kesebuah gili karena difitnah oleh madunya Sunggar Tutul.

Raden Nuna Putra Janjak menjadi sangat marah dia memohon kepada ibunya agar diijinkan untuk menemui ayahnya ke Lombok. Karena terus didesak akhirnya Dewi Mas pun mengijinkan puteranya bersama para pengiring berlayar ke Lombok.

Sesampai di Lombok Raden Nuna Putra Janjak segera masuk ke istana namun di hadang oleh para penjaga. Pertarunganpun tak terelakkan, Raden Nuna Putra Janjak meskipun masih kecil namun dengan keris ditangan yang muncul bersamaan ketika ia lahir, sangatlah sakti dan tak tertandingi.

Banyak lawan yang tak berdaya hingga Baginda Datu Taun harus turun bertanding. Pertarungan yang serupun terjadilah, mereka saling menghujamkan kerisnya. Mereka berdua sama kuat, keris masing-masing tidak dapat saling melukai. Tiba-tiba terdengarlah suara gaib dari angkasa ” Hai Danu taun, jangan kau aniaya anak itu. Anak itu adalah anak kandungmu sendiri dari istrimu Dewi Mas”.

Setelah mendengar suara itu , ia amat menyesal maka dipeluknya Raden Nuna Putra Janjak. Setelah mendengar cerita dari Raden Nuna Putra Janjak , maka Baginda Datu Tuan segera menjemput permaisuri ke Bali. Seluruh istana dan penduduk Taun bersuka cita, Dewi Mas tidak menaruh dendam sama sekali kepada Sunggar Tutul, mereka semua hidup damai dan tenteram.

Raden Nuna Putra Janjak tumbuh dewasa menjadi seorang pemuda yang sangat tampan dan bijaksana. Baginda Datu Taun sudah semakin tua dan akhirnya menyerahkan tahta kerajaan kepada puteranya.

Sesudah puteranya naik tahta Baginda Datu Taun kemudian menyepi di gunung diiringi putrinya Dewi Rinjani. Di puncak gunung itulah baginda dan puterinya bertapa bersemedi memuja Yang Maha Kuasa.

Di puncak gunung ini Dewi Rinjani diangkat oleh para Jin dan mahluk halus menjadi Ratu. Dan sejak saat itulah gunung yang tinggi di pulau Lombok tersebut dinamakan Gunung Rinjani.

Gunung Rinjani Masa Kini

Gunung Rinjani adalah gunung yang berlokasi di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Gunung yang merupakan gunung berapi kedua tertinggi di Indonesia dengan ketinggian 3.726 m dpl serta terletak pada lintang 8º25' LS dan 116º28' BT ini merupakan gunung favorit bagi pendaki Indonesia karena keindahan pemandangannya. Gunung ini merupakan bagian dari Taman Nasional Gunung Rinjani yang memiliki luas sekitar 41.330 ha dan ini akan diusulkan penambahannya sehingga menjadi 76.000 ha ke arah barat dan timur.

Danau kawah Segara Anak dengan Gunung Barujari di tepi danau dilihat dari puncak Gunung Rinjani di sisi timur. Gunung Rinjani dengan titik tertinggi 3.726m dpl, mendominasi sebagian besar pemandangan Pulau Lombok bagian utara.

Di sebelah barat kerucut Rinjani terdapat kaldera dengan luas sekitar 3.500 m × 4.800 m, memanjang kearah timur anda barat. Di kaldera ini terdapat Segara Anak (segara= laut, danau) seluas 11.000.000 m persegi dengan kedalaman 230 m. Air yang mengalir dari danau ini membentuk air terjun yang sangat indah, mengalir melewati jurang yang curam. Di Segara Anak banyak terdapat ikan mas dan mujair sehingga sering digunakan untuk memancing. Bagian selatan danau ini disebut dengan Segara Endut.

Di sisi timur kaldera terdapat Gunung Baru (atau Gunung Barujari) yang memiliki kawah berukuran 170m×200 m dengan ketinggian 2.296 - 2376 m dpl. Gunung kecil ini terakhir aktif/meletus sejak tanggal 2 Mei 2009 dan sepanjang Mei, setelah sebelumnya meletus pula tahun 2004.[1][2] Jika letusan tahun 2004 tidak memakan korban jiwa, letusan tahun 2009 ini telah memakan korban jiwa tidak langsung 31 orang, karena banjir bandang pada Kokok (Sungai) Tanggek akibat desakan lava ke Segara Anak.[3] Sebelumnya, Gunung Barujari pernah tercatat meletus pada tahun 1944 (sekaligus pembentukannya), 1966, dan 1994.
REFRENSI :
 www.anehdidunia.com

SEJARAH PEGUNUNGAN JAYAWIJAYA

 SEJARAH PEGUNUNGAN JAYAWIJAYA



Pegunungan Jayawijaya adalah nama untuk deretan pegunungan yang terbentang memanjang di tengah provinsi Papua Barat dan Papua (Indonesia) hingga Papua Newguinea di Pulau Irian. Deretan Pegunungan yang mempunyai beberapa puncak tertinggi di Indonesia ini terbentuk karena pengangkatan dasar laut ribuan tahun silam.
Meski berada di ketinggian 4.800 mdpl, fosil kerang laut, misalnya, dapat dilihat pada batuan gamping dan klastik yang terdapat di Pegunungan Jayawijaya. Karena itu, selain menjadi surganya para pendaki, Pegunungan Jayawijaya juga menjadi surganya para peneliti geologi dunia.
Selain dikenal dengan nama Puncak Jaya, puncak tertinggi ini juga terkenal dengan sebutan Carstenz Pyramide, atau Puncak Carstensz.nama tersebut diambil dari seorang petualang dari negeri Belanda, yakni Jan Carstensz, yang pertama kali melihat adanya puncak bersalju di daerah tropis, sepatnya di Pulau Papua.
Pengamatan tersebut dilakukan oleh Jan Crastensz melalui sebuah kapal laut pada tahun 1623. Karena belum bisa dibuktikan dengan pengamatan langsung, laporan itu dianggap mengada-ada. Sebab, bagi orang Eropa, menemukan pegunungan bersalju di tanah tropis adalah sesuatu yang hampir mustahil. Kebenaran laporan Carstensz terungkap setelah hampir tiga ratus tahun kemudian, ketika tahun 1899 sebuah ekspedisi Belanda membuat peta Pulau Papua dan menemukan puncak gunung yang diselimuti salju sebagaimana dilaporkan oleh Crastensz.
Untuk menghormati Carstensz, maka puncak gunung tersebut kemudian diberi nama sesuai namanya. Sedangkan sebutan Puncak Jayawijaya merupakan pemeberian Presiden Soekarno setelah berhasil merengkuh kedaulatan Papua Barat dari Belanda. Nama ini mengandung makna “puncak kemenangan”, sebagai ungkapan syukur atas bersatunya Papua Barat dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pegunungan Jayawijaya juga merupakan satu-satunya pegunungan dan gunung di Indonesia yang memiliki puncak yang tertutup oleh salju abadi. Meskipun tidak seluruh puncak dari gugusan Pegunungan Jayawijaya yang memiliki salju. Salju yang dimiliki oleh beberapa puncak bahkan saat ini sudah hilang karena perubahan cuaca secara global.Wisata Nusantara Surga Dunia. 

REFRENSI :
 http://sodikin3.wordpress.com/tag/sejarah-puncak-jayawijaya/

SEJARAH GUNUNG SLAMET

 SEJARAH GUNUNG SLAMET



Gunung Slamet adalah gunung yang berada di kabupaten Purbalingga, Brebes dan Banjarnegara. Tepatnya di sebelah Barat kota Purbalingga dan sebelah Utara kota Purwokerto pada ketinggian Gunung ini mencapai 3432 m dpl dan termasuk gunung berapi tertinggi di Jawa dengan memiliki 4 buah kawah aktif yang terletak di puncaknya, sehingga dianjurkan untuk mendaki puncak sebelum pukul 10 pagi untuk menghindari adanya gas beracun. Dari puncak dapat terlihat gunung-gunung lainnya di jawa tengah seperti gunung Sumbing, Sindoro, merbabu, merapi bahkan kalau sedang cerah bisa melihat gunung Lawu.

Pada bulan-bulan tertentu cuaca di gunung ini sangat ekstrim dan seringkali terjadi badai pada puncaknya, suhu udara turun dengan drastis untuk mengantisipasinya jangan lupa membawa baju hangat, jas hujan dan kantung tidur agar tidak terkena hipotermia jika ingin mendaki gunung ini. Sebagian jalur pendakian amat curam dan pada musim hujan, jalur pendakian menjadi semakin berat karena jalur tersebut terisi oleh air.

Sebagian masyarakat jawa mempercayai bahwa gunung slamet adalah pusat dari pulau Jawa. Mereka juga menyebut gunung ini dengan nama gunung Lanang. Bahkan mereka juga percaya bahwa gunung ini adalah gunung yang angker, yang banyak didiami oleh mahluk halus. Terlepas dari mitos dan kepercayaan yang ada, gunung ini merupakan gunung yang indah, terutama di Pelawangan yaitu daerah sebelum puncak.

Ada beberapa pintu masuk untuk mendaki gunung ini yaitu melalui Bambangan, Batu Raden, Kaliwadas dan Randudongka. Tapi jalur resminya adalah melalui Bambangan, jalur-jalur lainnya sudah ditutup untuk keselamatan. Pemandangan yang di temui melalui pintu masuk Bambangan cukup beragam, dari pintu masuk perkebunan mendominasi rute perjalanan, lalu berganti dengan hutan hujan tropis, mendekati puncak berganti dengan semak semak, dan puncaknya berupa batu-batuan dan pasir. Jalur yang ditempuh cukup sulit dengan rata-rata kemiringan lebih dari 400.

Jalur Bambangan: 
Bambangan merupakan sebuah desa yang terletak di lereng gunung slamet.
Dari desa ini menuju pos pertama melalui perkebunan sayur yang masih dapat ditempuh dengan motor sampai pos pesanggrahan perum perhutani Serang, setalah itu perjalanan harus dilanjutkan dengan berjalan kaki. Biasanya pendaki memulai perjalanan pada sore untuk menghindari panasnya sengatan matahari ketika berjalan diperkebunan yang terbuka.

REFRENSI:


SEJARAH GUNUNG SEMERU

 SEJARAH GUNUNG SEMERU 

Banyak cerita yang menyebutkan bahwa Gunung Semeru berasal dari Gunung Meru yang ada di India (Jambudwipa). Menurut kepercayaan masyarakat jawa yang bersumber dari kitab kuno Tantu Pagelaran pada abad ke 15 keadaan Pulau Jawa tidak stabil, mengapung di lautan luas dan terombang-ambing oleh ombak yang begitu ganas. Melihat hal tersebut para Dewa memutuskan untuk memindahkan Gunung Meru yang ada di India dan memakukannya di Pulau Jawa.
Dua Dewa yang memindahkan Gunung Semeru adalah Dewa Wisnu dan Dewa Brahma. Dewa Wisnu menjelma menjadi seekor kura-kura raksasa, sedangkan Dewa Brahma berubah menjadi sesosok ular yang panjang dan besar. Dewa Wisnu yang menjelma menjadi kura-kura raksasa bertugas menggendong Gunung Meru di punggungnya. Sementara itu untuk menjaga Gunung Meru tetap aman, Dewa Brahma yang sudah menjelma menjadi ular raksasa melilitkan tubuhnya di kura-kura raksasa.
Pada awalnya Para Dewa meletakkan Gunung Meru di atas bagian barat Pulau Jawa. Akan tetapi karena Gunung Meru terlalu berat, bagian ujung pulau jawa sebelah timur menjadi terangkat. Dengan segera Dewa-Dewa itu memindahkan gunung itu ke bagian timur Pulau Jawa. Dalam proses pemindahan inilah ada serpihan-serpihan Gunung Meru yang tercecer dan menjadi jajaran pegunungan di Pulau Jawa. 
Ketika puncak Meru dipindahkan ke timur Pulau Jawa, peristiwa yang sama kembali terjadi. Pulau Jawa tetap saja miring. Akhirnya para Dewa memutuskan untuk memenggal sebagian dari Gunung Meru dan kemudian ditempatkan di bagian barat laut Pulau Jawa. Bagian utama dari Gunung Meru inilah yang sekarang disebut dengan Gunung Semeru dan penggalan yang ditempatkan di bagian barat laut membentuk Gunung Pawitra (yang sekarang lebih akrab disebut dengan nama Gunung Pananggungan). Menurut kosmologi Hindu-Jawa, Gunung Pawitra merupakan Puncak Kailaca yang dipindah ke Pulau Jawa.Puncak Kaliaca itu sendiri merupakan tempat persemayaman para Dewa-Dewa dalam cerita pewayangan Jawa.
Bagi masyarakat Bali, Gunung Semeru dipercaya sebagai Bapak Gunung Agung yang berada di Bali. Mereka juga percaya Gunung Semeru merupakan tempat tinggal para Dewa. Demikian sepenggal kisah dari Gunung Semeru, Puncak Abadi Para Dewa.

SEJARAH GUNUNG GEDHE PANGRANGO


SEJARAH GEDE PANGRANGO


          Gunung Gede Pangrango ditetapkan sebagai salah satu dari 5 taman nasional pertama di Indonesia oleh pemerintah Indonesia melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian tahun 1980.
Sejarah awal konservasi di kawasan ini hanya sedikit diketahui, walaupun hutan dan gunung merupakan bagian dari legenda-legenda di tanah Sunda. Tampaknya ada jalur sejarah dari kota tua Cianjur sampai Bogor melalui Cipanas. Bagian lereng pegunungan yang rendah, tidak rata dan berteras-teras dulunya digunakan untuk pertanian dengan pergiliran tanaman.
Dikenalkannya tanaman teh sebagai tanaman perkebunan memberikan dampak nyata bagi kawasan ini. Teh varietas Jepang telah ditanam sejak tahun 1728, dan perkebunan ini terbentang mulai dari Ciawi sampai Cikopo di tahun 1835. Kemudian, tahun 1878, teh Assam diperkenalkan dan tumbuh dengan sangat baik, menyebabkan ekonomi dan kondisi lingkungan di kampung-kampung dilereng pegunungan berubah.
Sejarah panjang kegiatan konservasi dan penelitian dimulai sejak tahun 1830 dengan terbentuknya kebun raya kecil di dekat Istana Gubernur Jenderal Kolonial Belanda di Cipanas, dan kemudian kebun raya kecil ini diperluas sehingga menjadi Kebun Raya Cibodas sekarang ini. Pemerintahan Kolonial Belanda sangat antusias untuk meningkatkan tanaman-tanaman penting dan bernilai ekonomis serta perkebunan komersial, sehingga dibanguna suatu stasiun penelitian dan percobaan pertanian di dataran tinggi ini. Tidak lama setelah itu, botanis-botanis lokal kemudian mulai tertarik untuk meneliti keanekaragaman tumbuhan disekitar pegunungan ini. Abad 19 merupakan masa-masa terbesar dan penting dalam sejarah koleksi tumbuhan , dan Cibodas menjadi salah satu lokal koleksi tumbuhan saat itu.
Tahun 1889, areal hutan antara Kebun Raya Cibodas dan Air Panas ditetapkan sebagai Cagar Alam. Setelah tahun 1919, suatu kawasan cagar alam ditetapkan. Komitmen utama dimulai tahun 1978, ketika kawasan seluas 14,000 hektar, yang terdiri dari 2 puncak utama dan lerengnya yang luas, ditetapkan sebagai Cagar Biosfer Gunung Gede Pangrango. Akhirnya, tahun 1980, seluruh kawasan terpisah-pisah ini digabung menjadi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Legenda dan Kepercayaan
Pencarian sampai bagian dari kawasan Gunung Gede dan Pangrango yang terdalam, anda tidak akan terkejut untuk menemukan bahwa kawasan ini kaya dengan sejarah dan legenda. Cerita-cerita tersebut menjadi kunci kepada kekaguman kita terhadap gunung ini.
Di Cibeureum, ada suatu batu besar di air terjun Cikundul. Menurut legenda setempat, tempat formasi batu tersebut berada dahulu merupakan tempat dimana seorang yang dipercayai sangat sakti sedang bersila dan melakukan meditasi, saking lamanya bersila dan meditasi, akhirnya orang sakti tersebut berubah menjadi batu. Pada hari kiamat, dipercayai bahwa dia akan berubah wujud menjadi manusia kembali. Dalam cerita ini, kejadian alam dan spritual tidak dapat dipisahkan.

REFRENSI :
http://www.gedepangrango.org/tentang-tnggp/sejarah-dan-legenda-tnggp/

Monday, May 27, 2013

SEJARAH GUNUNG WELIRANG

                                                             Gunung Welirang (3.156 m)

Terletak dalam satu kawasan yang sama yaitu dalam satu rangkaian dengan gunung Anjasmoro dan gunung Ringgit, gunung Arjuno dan gunung Welirang dapat dicapai dalam penempuhan satu jalur pendakian.
Gunung Arjuna termasuk dalam tipe gunung api tua dan merupakan gunung yang tak aktif, sedangkan gunung Welirang tergolong dalam kategori aktif dengan masih adanya aktifitas berapi dengan adanya kawah belerang yang aktif mengeluarkan asap kental belerang. Meskipun masih dalam satu rangkaian yang sama namun gunung Arjuno dan gunung Welirang berbeda. Pada perjalanan pendakian di lembah dan lereng di sekitar gunung Arjuna, terdapat puluhan peninggalan purbakala yang berserakan dan tak terbengkalai, sebagian besar masih tertutup semak belukar dan tanah keras. Dalam pendakian belakangan ini sungguh disayangkan, banyak peninggalan benda purbakala yang bernilai sejarah tinggi, raib tak tentu rimbanya. Di gunung Arjuna juga banyak bermunculan kisah-kisah mistis selama pendakian, yang tentunya menambah rasa keingin tahuan kita akan gung Arjuna dan misterinya.
Sedangkan gunung Welirang menyajikan pemandangan yang tiada duanya disepanjang perjalanan pendakian. Kekayaan akan batu kuning belerang menarik untuk kita lihat secara langsung proses pengambilan hingga pengolahannya.
Pendakian gunung Arjuna dan Welirang dapat ditempuh melalui 3 jalur, yaitu melalui jalur timur lewat Lawang - Malang, dari arah barat lewat Selecta - Batu dan arah utara Tretes melewati gunung Welirang. Berdasarkan pengalamanku saat mendaki kedua gunung ini akan lebih mudah sekaligus mengesankan jika kita melalui arah utara yaitu Tretes melewati gunung Welirang, turun dan melanjutkan ke gunung Arjuna dan turun melalui jalur timur lewat Lawang - Malang ditempuh dalam 2 hari, 3 malam.
Tretes - Welirang
Dari Surabaya kita naik bus jurusan Malang atau sebaliknya, turun di Pandaan dan dilanjutkan dengan mobil angkutan menuju ke Tretes. Tretes (860 mDPL/ meter dibawah permukaan laut) merupakan hutan wisata dan banyak terdapat tempat peristirahatan dan hiburan. Di Tretes juga sering dikunjungi artis ibukota yang menghabiskan waktu untuk beristirahat
Di sini juga terdapat dua air terjun yang indah, yaitu air terjun Elang dan Kakek Bodo. Air terjun yang terakhir ini terkenal akan keindahannya sekaligus misterius. Di tempat ini ada tempat perkemahan bagi yang ingin menghabiskan waktu/ berkegiatan di alam. Konon menurut cerita warga sekitar, di sekitar air tejun Kakek Bodo sering dijumpai wujud kakek-kakek bersorban yang muncul dan menghilang dalam sekejap mata (dan saya pun sempat penampakan secara sekilas hiiiee..). Dan di sana sering terjadi kasus kesurupan. (lagi-lagi saya mendapati kesurupan beberapa orang mahasiswa dari kegiatan ekstra kampus yang kesurupan dan meraung-raung secara masal. Hieee..)
Pendakian kita mulai dengan jalur jalan setapak yang melingkar menuju gunung Welirang, deretan pepohonan yang lebat dan tinggi dikelilingi kabut dingin khas udara tipis pegunungan mulai kita rasakan di awal perjalanan. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 2 jam kita akan menjumpai sungai kecil yang bening di pertengahan perjalanan antara Tretes dan pondok Welirang. Setelah berjalan melewati hamparan hutan pinus dan ladang alam bunga Edelweis, sekitar 5,5 jam (tergantung kecepatan individu pendaki dan kondisi alam) ke arah barat daya menuju pondok peristirahatan Welirang.
Dalam perjalanan kita akan melewati hutan tropis Lali Jiwo yang sering diceritakan dari mulut ke mulut akan keangkerannya, namun selama kita tetap berdoa dan yakin fokus pada perjalanan maka tidak terjadi apapun, malah kita akan disuguhkan pemandangan hutan lebat dengan pohon menjulang ke langit yang penuh dengan warna-warni bunga dan tumbuhan yang ditimpali dengan suara kicauan burung dan hewan lainnya. Setelah sampai di pondok peristirahatan, kita lebih baik beristirahat sembari mengisi perut yang telah kosong. Kita bisa mengambil air di sungai yang luar biasa bening dan segar, memasak atau bahkan mandi keramas (<0>). Di tempat inilah kita bisa bertegur sapa dengan banyak paca penambang batu belerang. Berbagi pengetahuan, bekal atau bisa sekedar berfoto merupakan hal yang menyenangkan sembari melepas lelah. Disini pula ktta dapat membeli (sangat murah Rp. 2.000!) untuk serangkai bunga Edelweis yang cantik dan telah dibalut sedemikian rupa dengan belerang dari para penambang batu belerang. Lumayan untuk oleh-oleh berupa bunga bunga abadi buat sang pacar yang sedang menunggu di rumah. (romantis hehe)
Dari tempat inilah kira-kira 1 jam perjalanan, kita akan jumpai dua jalur bercabang, jalur ke kiri menuju arah gunung Arjuno, dan jalur lurus langsung menuju puncak gunung Welirang. Dari pondok sampai puncak Welirang kita akan melewati hutan cemara yang lebat dan membutuhkan waktu +4 jam sampai ke puncak Welirang. Disinilah terdapat cerita menarik ketika pengalaman pertama saya mendaki gunung Welirang dan gunung Arjuna. Tepat jam 2 siang, saya dan teman, kami berdua memutuskan untuk mendaki duluan menuju puncak Welirang meninggalkan 6 orang teman lainnya yang memutuskan untuk beristirahat di pos peristirahatan. Keinginan mengabadikan sunset di gunung Welirang mendorong saya memutuskan melanjutkan perjalanan. Dengan hanya berbekal kamera dan botol minuman yang tergantung di pinggang saya putuskan berangkat bersama salah seorang teman. Tak ada halangan dalam perjalanan menuju puncak Welirang hingga kesadaran saya akan sosok teman yang sudah tak kelihatan (akibat perbedaan tingkat fisik dan ketertarikan mengabadikan momen indah) membuat kami terpisah. Segera saya lanjutkan langkah mendaki dengan cepat untuk mengejar teman. Sesampainya di puncak Welirang, jam menunjukkan pukul setengah empat sore, segera saya manfaatkan dengan mengabadikan sunset gunung Welirang yang teramat indah intuk dilewatkan. Hingga di suatu saat saya ingat akan keterpisahan kami, sembari mencari teman, saya manfaatkan dengan menyalurkan hobi fotografi. Dari puncak Welirang, yang ditandai dengan batu besar, kita bisa menyaksikan panorama pemandangan indah wisata Selekta, Tretes dan kaki-kaki langit di Selat Madura. Di bawah puncak gunung tampak 2 kawah berwarna kekuningan yang diselimuti asap pekat belerang. Kawah Jero tampak lebih besar dan dalam, yang ditambang secara tradisional oleh warga penambang belerang dan Kawah Plupuh tampak berdampingan indah menghantarkan gambaran alam berbalut awan. Batas awan dan bumi seakan menjadi pudar hingga kita seakan bisa merasakan sapuan embun awan yang membasuh wajah, menyejukkan sukma
Tak terasa gelap mulai menyusuri kabut gunung Welirang. Tanpa sadar jam menunjukkan pukul 5 sore lebih. Ketakutan mulai menyergap bathin dan pikiran saya dimana senter dan peralatan survival berada di tangan teman yang terpisah. Sedetik kemudian tanpa pikir panjang saya putuskan menuruni lereng Welirang secepat mungkin sebelum gelapnya malam menyelimuti area gunung. Namun mentari yang telah beranjak dari peraduannya lebih cepat, segera saya putuskan untuk berlari secepat mungkin. Suara teriakan monyet dan penunggu hutan sepanjang perjalanan seakan menjadi penyemangat. Terjatuh dan kembali segera bangkit dan terus berlari, hingga tanpa terasa pos peristirahatan tampak di depan mata. Disambut dengan tatapan heran teman-teman memandangi saya yang terengah-engah dan bermandikan keringat. Teman saya yang tadi terpisah ternyata sudah tiba duluan menjelang gelap. Barulah saat itu saya merasakan kesakitan dan pegal di seluruh sendi tubuh, namun saya tetap bersyukur dapat kembali dengan keadaan sehat dan bersyukur telah mendapatkan foto-foto sunset di gunung Welirang.
Selanjutnya kami melanjutkan perjalanan ke gunung Arjuno, dari puncak Welirang kita berjalan turun ke arah selatan, dan melalui hutan cemara dan melewati satu jurang dan lembah gunung Kembar I dan gunung Kembar II, di mana dapat kita jumpai beberapa lubang sumur dalam perjalanan, yang sering digunakan untuk menjebak rusa. Selanjutnya kita akan melalui Sawahan Bakal (2626 mDPL), berupa padang rumput yang dulunya banyak dijumpai rusa dan kijang.
Setelah berjalan 5-6 jam kita akan sampai di puncak yang diberi nama pasar Dieng, yang ketinggiannya hampir sama dengan Puncak Gunung Arjuno, di mana hamparan dan tanah rata yang luas dipagari batu-batu besar yang tersusun rapi. Konon menurut warga sekitar di tempat ini pada malam tertentu akan muncul pasar dari alam lain (mahluk halus…hiee).dan di tempat inilah salah seorang teman mengalami fenomena aneh, dimana ia merasa berjalan ditemani seseorang di belakangnya dan mengobrol panjang lebar sepanjang perjalanan. Namun saat tiba di tempat peristirahan, ‘teman perjalanannya’ tak ada dan yang pasti tidak ada kami yang merasa menemaninya.(lagi-lagi…). Perjalanan kami teruskan dengan melewati bukit sebelum kita sampai di puncak Arjuna.
Sesampainya kami di puncak gunung Arjuno, disambut dengan angin yang sangat kencang dan suhunya minus (saya kira). Dingin yang menggigit kulit setimpal dengan indahnya pemandangan lampu kota yang terhampar di bawah gunung Arjuna. Puncak Gunung Arjuno disebut juga Puncak Ogal Agil sangatlah indah di malam hari akan terasa sangat nikmat ditemani canda tawa sahabat yang duduk berkeliling di sekitar api unggun diselingi wangi kopi jahe yang menghangatkan tubuh. Menghabiskan semalam di puncak Arjuna serasa kurang bagiku, namun semua keindahan ini akan selalu terbingkai indah di hati.
Setelah berkemah di wilayah puncak pada malam, kita akan disuguhkan panorama sunrise pada dini hari, suatu kenikmatan yang sulit digambarkan oleh kata-kata. Dan sesudah itu kita dapat turun ke arah timur lewat jalur Lawang-Malang, melewati hutan tropik, cemara dan perdu, setelah beberapa jam berjalan cepat, kita akan melewati deretan perkebunan teh Wonosari yang sejuk dan hijau di bagian utara. Turun lewat jalur Lawang akan lebih dekat dan menyingkat waktu.

REFRENSI :

SEJARAH GUNUNG ARJUNA

 LEGENDA GUNUNG ARJUNA



      Pada suatu ketika Arjuna bertapa di puncak sebuah gunung dengan sangat tekunnya, hingga berbulan – bulan. Karena ketekunannya hingga tubuhnya mengeluarkan sinar yang memiliki kekuatan yang sangat luar biasa. Karena perbawanya yang hebat jika burung berani terbang di atasnya pastilah jatuh tersungkur. Makhluk apapun tak berani mengganggu.
Begitu khusuknya Arjuna bersemedi hingga menimbulkan goro-goro di Kahyangan Suralaya, Kahyangan geger. Kawah condrodimuko mendidih menyemburkan muntahan lahar. Bumi bergoncang, Petir menggelegar di siang bolong, terjadi hujan salah musim hingga menimbulkan banjir, menyebarkan penyakit, orang yang sore sakit pagi mati, pagi sakit sore mati. Bahkan gunung tempatnya bertapa menjadi terangkat menjulang ke langit.
Para Dewa sangat kuatir, mereka berkumpul mengadakan sidang dipimpin oleh Batara Guru. “Ada apa gerangan yang terjadi di Marcapada , kakang Narada. Hingga Kahyangan menjadi geger” sabda Batara Guru, sebagai kata pembuka meskipun sebenarnya dia sudah mengetahui jawabannya.
Akhir dari Sidang Paripurna Para Dewa memutuskan bahwa hanya Batara Narada lah yang bakal sanggup menyelesaikan masalah. Seperti biasanya Bidadari cantikpun tak akan sanggup membangunkan tapa Arjuna. Batara Narada segera turun ke Marcapada, mencari titah yang menjadi sumber goro-goro. Sesaat ia terbang, ngiter-ngiter di angkasa.
Dilihatnya Arjuna sedang bertapa di puncak gunung. Bersabdalah Batara Narada “Cucuku Arjuna bangunlah dari tapamu, semua orang bahkan para Dewa akan menjadi celaka bila kau tak mau menghentikan tapa mu”. Arjuna mendengar panggilan tersebut, karena keangkuhannya jangankan bangun dari tapanya, justru dia malah semakin tekun. Dia berfikir bila dia tidak mau bangun pasti Dewa akan kebingungan dan akan menghadiahkan banyak senjata dan kesaktian.
Mt. Arjuno.1
Gunung Arjuno
Punden Mahkutoromo
Punden Mahkutoromo
Gowa Naga Geni Tampuono
Gowa Naga Geni Tampuono
Betara Narada gagal membangun kan tapa Arjuna, meskipun dia sudah menjanjikan berbagai kesaktian. Dengan bingung dan putus asa, segera terbang kembali ke Kahyangan. Sidang susulan pun segera di gelar untuk mencari cara bagaimana menggulingkan sang Arjuna dari tapanya.
Candi Watu Kursi di Sepilar
Candi Watu Kursi
Patung Eyang Semar
Patung Eyang Semar
Lembah Kijang
Lembah Kijang ( Lali Jiwo )

REFERENSI

SEJARAH GUNUNG MERAPI

  SEJARAH GUNUNG MERAPI

Salah satu gunung berapi yang paling terkenal di Jawa adalah Gunung Merapi. Gunung Merapi yang terletak di daerah Yogyakarta tersebut dikenal sebagai salah satu gunung berapi yang paling aktif di Pulau Jawa. Banyak yang percaya bahwa letusan Gunung Merapi tersebut berhubungan dengan makhluk halus yang menghuni di sana.
Menurut cerita, Gunung Merapi yang kita kenal sekarang ini, sebenarnya adalah Gunung Jamurdipo. Dahulu kala, saat Pulau Jawa diciptakan, Pulau Jawa sempat miring karena letak Gunung Jamurdipo yang berada di ujung barat Pulau Jawa. Untuk menyeimbangkan Pulau Jawa, Dewa Krincingwesi berinisiatif memindahkan gunung Jamurdipo tersebut tepat ke tengah-tengah pulau Jawa.
Di saat yang bersamaan, ternyata di tengah-tengah Pulau Jawa terdapat dua empu yang ternyata kakak beradik dan sedang membuat keris. Mereka adalah Empu Rama dan Permadi. Kedua empu tersebut diperingatkan oleh Dewa untuk pindah, namun keduanya tetap bersikeras dan tidak mau beranjak dari tempatnya. Hingga akhirnya Dewa murka dan Gunung Jamurdipo pun diangkat lalu dijatuhkan tepat di tempat kedua empu tersebut membuat keris.
Kedua empu tersebut akhirnya meninggal terpendam di bawah Gunung Jamurdipo. Agar arwah kedua empu tersebut tidak murka dan membalas dendam, maka masyarakat di sekitar Gunung Jamurdipo memberikan sesajen pada waktu-waktu tertentu. Gunung Jamurdipo pun diubah namanya menjadi Gunung Merapi yang artinya tempat perapian kedua empu, yaitu: Empu Rama dan Permadi. Menurut legenda, arwah kedua empu tersebut menguasai seluruh golongan makhluk halus yang mendiami Gunung Merapi tersebut.
Misteri gunung berapi di Pulau Jawa sangat dipercaya oleh masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Bagi masyarakat yang tinggal di sekitar Gunung Merapi, gunung tersebut mengandung kekuatan tersendiri. Menurut mereka, beragam jenis makhluk halus tinggal di sekitar Gunung Merapi tersebut.
Pada masa kerajaan Mataram, Gunung Merapi dipercaya pernah membantu perang antara kerajaan Mataram dan Pajang. Konon kabarnya, kerajaan Mataram berhasil memperoleh kemenangan karena bantuan dari penguasa Gunung Merapi. Pada saat perang tersebut, Gunung Merapi meletus sehingga seluruh pasukan Pajang tewas seketika dan tak bersisa. Namun ,akibat dari letusan itu bangunan-bangunan kerajaan Mataram juga ikut menjadi korban,seperti contoh penemuan-penemuan candi disekitaran Yogyakarta yang banyak terkubur oleh material vulkanik yang dikeluarkan oleh Gunung Merapi. Selain itu menurut sejarah perkembangan merapi, Gunung Merapi juga pernah membelah dan menenggelamkan pulau jawa,sehingga menimbukan banyak korban. Hal ini juga diperkuat oleh adanya penemuan-penemuan batu karang yang biasaya ada dilaut terdapat disekitaran Gunung Merapi.
Setelah letusan terbesar merapi yang konon pernah menenggelamkan pulau jawa dan menjadikan kerajaan Mataram berpindah. Kini Gunung Merapi mulai dihuni oleh masyarakat lagi disekitaran kaki Gunung. Namun, letusan merapi pada thun 2010 lalu juga mengakibatkan rumah-rumah disekitaran gung merapi ikut terkubur oleh material vulkanik.
Pada letusan tahun 2010 itu masyarakat disekitaran Yogyakarta menghubungkan Gunung Merapi kehal-hal mistis pula. Ada beberapa versi cerita yang membahas tentang letusan Merapi dan menyangkut pautkan ke hal mistis. Ada yang mengatakan bahwa sedang terjadi perang gaib antara penguasa merapi dan laut selatan. Dan para korban-korban meninggal karena letusan gunung merapi konon dijadikan prajurit untuk melawan pasukan dari pantai selatan.
Ada juga orang yang mengatakan Gunung Merapi sedang mempunyai hajat dengan penguasa pantai selatan, sehingga lahar ataupun debu vulkanik dianggap kiriman (dalam bahasa Jawa disebut “bancakan”) dan berusaha mencapai pantai selatan.
Selain itumasyarakat mengganggap bahwa kisah Merapi dan juga Pantai Selatan masih erat kaitanya dengan Kraton Yogyakarta yang juga masih berbau mistis.

SEJARAH GUNUNG LAWU

                                                     
Gunung Lawu bersosok angker dan menyimpan misteri dengan tiga puncak utamanya : Harga Dalem, Harga Dumilah dan Harga Dumiling yang dimitoskan sebagai tempat sakral di Tanah Jawa. Harga Dalem diyakini masyarakat setempat sebagai tempat pamoksan Prabu Bhrawijaya Pamungkas,raja terahir dinasti wijaya dari keraja`an majapahit, Harga Dumiling diyakini sebagai tempat pamoksan Ki Sabdopalon,dan ki noyo genggong, punokawan prabu brawijaya pamungkas. dan Harga Dumilah merupakan tempat pertapa`an sang ratu adil konon critanya, dan disitu juga pernah ada sorang pertapa muda yg kondang kesaktianya, dia bernama JAKA PAMUNGKAS, beliau adalah raja keraja`an mandala yg menurut crita rakyat posisinya ada didaerah gunung lawu itu, namun tepatnya hingga sekarang belum dapat terkuak, keraja`an misteri itu bernama keraja`an mandala surya wilwa tikta (majapahit2) hargo dumilah juga penuh misteri yang sering dipergunakan sebagai ajang  olah batin kanuragan bertapa dan meditasi.

Konon kabarnya gunung Lawu merupakan pusat kegiatan spiritual di Tanah Jawa dan ada hubungan dekat dengan tradisi dan budaya keraton, semisal upacara labuhan setiap bulan Sura (muharam) yang dilakukan oleh Keraton mataram Surokarto dan Yogyakarta. Dari visi folklore, ada kisah mitologi setempat yang menarik dan menyakinkan sebenarnya penguasa gunung Lawu sekarang adalah sang ratu adil/imam mahdi/kalki avatar, sehingga memang tempat itu begitu berwibawa dan berkesan angker bagi penduduk setempat atau siapa saja yang bermaksud tetirah dan mesanggrah.

Siapapun yang hendak pergi ke puncaknya bekal pengetahuan utama adalah tabu-tabu atau weweler atau peraturan-peraturan yang tertulis yakni larangan-larangan untuk tidak melakukan sesuatu, baik bersifat perbuatan maupun perkataan, dan bila pantangan itu dilanggar si pelaku diyakini bakal bernasib naas.

Cerita dimulai dari masa akhir kerajaan Majapahit (1400 M). Alkisah, pada era pasang surut kerajaan Majapahit, bertahta sebagai raja adalah Sinuwun Bumi Nata Bhrawijaya Ingkang Jumeneng kaping 9 (Pamungkas). Dua istrinya yang terkenal ialah ratu suhita ibunda pangeran bondan kejawen/lembu peteng,nenek moyang keraton mataram.dan putri campa(dewi dwara wati) ibunda raden fatah(pangeran hasan jimbun) 
hasan / fatah / jinbun,setelah dewasa menghayati keyakinan yang berbeda dengan ayahandanya yang beragama Budha. Jinbun Fatah seorang muslim. Dan bersamaan dengan pudarnya Majapahit, Jinbun Fatah nekat mendirikan Kerajaan di Glagah Wangi (Demak Bintoro) yg awalnya kadi paten. Melihat situasi dan kondisi yang demikian itu , masygullah hati Sang Prabu. Akankah jaman Kerta Majapahit dapat dipertahankan,kerana biar bagaimanapun pemegang syah putra mahkota adalah pangeran bondan kejawen/lembu peteng, yg sa`at itu berguru di desa tarub kec tawang harjo kab:grobogan porwodadi), namun jiwa dan hati sang pangeran sangatlah lembut, beliau mengihlaskan tanah demak menjadi milik adiknya. namun kerana pangeran bondan kejawen mengalah, menimbulkan emosi bagi iparnya yaitu Girindriya wardhana keturunan kediri,sehingga terjadilah konflik di dalam istana majapahit, dan membuat prabu brawijaya merasa tidak tahan dengan perselisihan antara putra putranya itu. sehingga sang prabu brawijaya mendatangi raden fatah di demak, untuk meminta kepada sang sultan demak itu agar bersediya kembali menjadi negara bagian dari majapahit, di bawah pemerintahanya.

namun usaha sang prabu gagal, karena para wali tidak menyetujui kewibawa`an islam di bawah non islam, juga sang prabu brawijaya telah menjelaskan bukankah setelah sang prabu raja raja majapahit juga memeluk agama islam sebagaimana demak bintoro, kerna putra mahkota majapahit yaitu pangeran bondan kejawen adalah muslim. namun benar benar usaha yg sia sia, para wali dan sentono demak bintoro tetap menolok untuk menjadi bawahan majapahit setelah menjadi negeri yg merdeka.

Sebagai raja yang bijak, pada suatu malam, dia pun akhirnya bermeditasi memohon petunjuk Sang Maha Kuasa. Dan wisik pun datang, pesannya : sudah saatnya cahaya Majapahit memudar dan wahyu kedaton akan berpindah ke kerajaan yang baru tumbuh serta masuknya agama baru (Islam) memang sudah takdir dan tak bisa terelakkan lagi.

gambar ki sabdo palon



Pada malam itu pulalah Sang Prabu dengan hanya disertai pemomongnya yang setia Sabdopalon diam-diam meninggalkan keraton dan melanglang praja dan pada akhirnya naik ke Puncak Lawu. Sebelum sampai di puncak, dia bertemu dengan dua orang umbul (bayan/ kepala dusun) yakni Dipa Menggala dan Wangsa Menggala. Sebagai abdi dalem yang setia dua orang umbul itu pun tak tega membiarkan tuannya begitu saja. Niat di hati mereka adalah mukti mati bersama Sang Prabu . Syahdan, Sang Prabu bersama tiga orang abdi itupun sampailah di puncak Harga Dalem.

arca prabu brawijaya pamungkas


Saat itu Sang Prabu bertitah : Wahai para abdiku yang setia sudah saatnya aku harus surut, aku harus pergi meninggalkan dunia ramai ini. Kepada kamu Dipa Menggala, karena kesetiaanmu kuangkat kau menjadi penguasa gunung Lawu dan membawahi semua mahluk gaib (peri, jin dan sebangsanya) dengan wilayah ke barat hingga wilayah Merapi/Merbabu, ke Timur hingga gunung Wilis, ke selatan hingga Pantai selatan , dan ke utara sampai dengan pantai utara dengan gelar Sunan Gunung Lawu. Dan kepada Wangsa Menggala, kau kuangkat sebagai patihnya, dengan gelar Kyai Jalak.Sampai pada suatu hari anak cucuku akan bertapa didalam gua hargo dumilah, dia adalah keturunan lembu putih(arab) dan lembu peteng(jawa).sehingga kenapa pangeran bondan kejawen di gelari pangeran lembu peteng kerana anak turunanyalah yg selalu bertapa di gunung lawu, termasuk jaka pamungkas yg sekarang menjadi raja keraton lawu(mandala)


 


gambar prabu brawijaya pamungkas  percaya ndak percaya.Suasana pun hening dan melihat drama semacam itu, tak kuasa menahan gejolak di hatinya, Sabdopalon dan noyo genggong pun memberanikan diri berkata kepada Sang Prabu: Bagaimana mungkin ini terjadi Sang Prabu? Bila demikian adanya hamba pun juga akan turut serta dengan Sang Prabu, hamba akan naik ke Harga Dumiling dan meninggalkan dua orang tuan dan abdi itupun berpisah dalam suasana yang mengharukan.

Singkat cerita Sang Prabu Barawijaya pun muksa di Harga Dalem, dan Sabdopalon beserta noyogenggong moksa di Harga Dumiling. Tinggalah Sunan Lawu Sang Penguasa gunung dan Kyai Jalak yang karena kesaktian dan kesempurnaan ilmunya kemudian menjadi mahluk gaib yang hingga kini masih setia melaksanakan tugas sesuai amanat Sang Prabu Brawijaya.

Tempat-tempat lain yang diyakini misterius oleh penduduk setempat selain tiga puncak tersebut yakni:  Sendang Inten, Sendang Drajat, Sendang Panguripan, Sumur Jalatunda, Kawah Candradimuka,pat Kepanasan/Cakrasurya, dan Pringgodani. Bagaimana situasi Majapahit sepeninggak Sang Prabu? Konon sebagai yang menjalankan tugas kerajan adalahprabu girindriya wardhana setelah pangeran bondan kejawen tidak bersedia meneruskan pemerintahan di keraja`an majapahit itu, beliau lebih memilih menetap didesa tarub dengan istrinya Dewi nawangsih puti dari kiageng tarub dengan Dewi nawang wulan(legenda rakyat Dewi nawang wulan  adalah Bidadari
Tempat Sang Prabu Muksa Arga Dalem