Gunung Welirang  (3.156 m)
Terletak dalam satu 
kawasan yang sama yaitu dalam satu rangkaian dengan gunung Anjasmoro dan
 gunung Ringgit, gunung Arjuno dan gunung Welirang dapat dicapai dalam 
penempuhan satu jalur pendakian.
Gunung Arjuna 
termasuk dalam tipe gunung api tua dan merupakan gunung yang tak aktif, 
sedangkan gunung Welirang tergolong dalam kategori aktif dengan masih 
adanya aktifitas berapi dengan adanya kawah belerang yang aktif 
mengeluarkan asap kental belerang. Meskipun masih dalam satu rangkaian 
yang sama namun gunung Arjuno dan gunung Welirang berbeda. Pada 
perjalanan pendakian di lembah dan lereng di sekitar gunung Arjuna, 
terdapat puluhan peninggalan purbakala yang berserakan dan tak 
terbengkalai, sebagian besar masih tertutup semak belukar dan tanah 
keras. Dalam pendakian belakangan ini sungguh disayangkan, banyak 
peninggalan benda purbakala yang bernilai sejarah tinggi, raib tak tentu
 rimbanya. Di gunung Arjuna juga banyak bermunculan kisah-kisah mistis 
selama pendakian, yang tentunya menambah rasa keingin tahuan kita akan 
gung Arjuna dan misterinya.
Sedangkan gunung 
Welirang menyajikan pemandangan yang tiada duanya disepanjang perjalanan
 pendakian. Kekayaan akan batu kuning belerang menarik untuk kita lihat 
secara langsung proses pengambilan hingga pengolahannya.
Pendakian gunung Arjuna 
dan Welirang dapat ditempuh melalui 3 jalur, yaitu melalui jalur timur 
lewat Lawang - Malang, dari arah barat lewat Selecta - Batu dan arah 
utara Tretes melewati gunung Welirang. Berdasarkan pengalamanku saat 
mendaki kedua gunung ini akan lebih mudah sekaligus mengesankan jika 
kita melalui arah utara yaitu Tretes melewati gunung Welirang, turun dan
 melanjutkan ke gunung Arjuna dan turun melalui jalur timur lewat Lawang
 - Malang ditempuh dalam 2 hari, 3 malam.
Tretes - Welirang
Dari Surabaya kita naik 
bus jurusan Malang atau sebaliknya, turun di Pandaan dan dilanjutkan 
dengan mobil angkutan menuju ke Tretes. Tretes (860 mDPL/ meter dibawah 
permukaan laut) merupakan hutan wisata dan banyak terdapat tempat 
peristirahatan dan hiburan. Di Tretes juga sering dikunjungi artis 
ibukota yang menghabiskan waktu untuk beristirahat  
Di sini juga terdapat 
dua air terjun yang indah, yaitu air terjun Elang dan Kakek Bodo. Air 
terjun yang terakhir ini terkenal akan keindahannya sekaligus misterius.
 Di tempat ini ada tempat perkemahan bagi yang ingin menghabiskan waktu/
 berkegiatan di alam. Konon menurut cerita warga sekitar, di sekitar air
 tejun Kakek Bodo sering dijumpai wujud kakek-kakek bersorban yang 
muncul dan menghilang dalam sekejap mata (dan saya pun sempat penampakan
 secara sekilas hiiiee..). Dan di sana sering terjadi kasus kesurupan. 
(lagi-lagi saya mendapati kesurupan beberapa orang mahasiswa dari 
kegiatan ekstra kampus yang kesurupan dan meraung-raung secara masal. 
Hieee..)
Pendakian kita mulai
 dengan jalur jalan setapak yang melingkar menuju gunung Welirang, 
deretan pepohonan yang lebat dan tinggi dikelilingi kabut dingin khas 
udara tipis pegunungan mulai kita rasakan di awal perjalanan. Setelah 
menempuh perjalanan kurang lebih 2 jam kita akan menjumpai sungai kecil 
yang bening di pertengahan perjalanan antara Tretes dan pondok Welirang.
 Setelah berjalan melewati hamparan hutan pinus dan ladang alam bunga 
Edelweis, sekitar 5,5 jam (tergantung kecepatan individu pendaki dan 
kondisi alam) ke arah barat daya menuju pondok peristirahatan Welirang.
Dalam perjalanan kita 
akan melewati hutan tropis Lali Jiwo yang sering diceritakan dari mulut 
ke mulut akan keangkerannya, namun selama kita tetap berdoa dan yakin 
fokus pada perjalanan maka tidak terjadi apapun, malah kita akan 
disuguhkan pemandangan hutan lebat dengan pohon menjulang ke langit yang
 penuh dengan warna-warni bunga dan tumbuhan yang ditimpali dengan suara
 kicauan burung dan hewan lainnya. Setelah sampai di pondok 
peristirahatan, kita lebih baik beristirahat sembari mengisi perut yang 
telah kosong. Kita bisa mengambil air di sungai yang luar biasa bening 
dan segar, memasak atau bahkan mandi keramas (<0>). Di tempat 
inilah kita bisa bertegur sapa dengan banyak paca penambang batu 
belerang. Berbagi pengetahuan, bekal atau bisa sekedar berfoto merupakan
 hal yang menyenangkan sembari melepas lelah. Disini pula ktta dapat 
membeli (sangat murah Rp. 2.000!) untuk serangkai bunga Edelweis yang 
cantik dan telah dibalut sedemikian rupa dengan belerang dari para 
penambang batu belerang. Lumayan untuk oleh-oleh berupa bunga bunga 
abadi buat sang pacar yang sedang menunggu di rumah. (romantis hehe)
Dari tempat inilah 
kira-kira 1 jam perjalanan, kita akan jumpai dua jalur bercabang, jalur 
ke kiri menuju arah gunung Arjuno, dan jalur lurus langsung menuju 
puncak gunung Welirang. Dari pondok sampai puncak Welirang kita akan 
melewati hutan cemara yang lebat dan membutuhkan waktu +4
 jam sampai ke puncak Welirang. Disinilah terdapat cerita menarik ketika
 pengalaman pertama saya mendaki gunung Welirang dan gunung Arjuna. 
Tepat jam 2 siang, saya dan teman, kami berdua memutuskan untuk mendaki 
duluan menuju puncak Welirang meninggalkan 6 orang teman lainnya yang 
memutuskan untuk beristirahat di pos peristirahatan. Keinginan 
mengabadikan sunset di gunung Welirang mendorong saya 
memutuskan melanjutkan perjalanan. Dengan hanya berbekal kamera dan 
botol minuman yang tergantung di pinggang saya putuskan berangkat 
bersama salah seorang teman. Tak ada halangan dalam perjalanan menuju 
puncak Welirang hingga kesadaran saya akan sosok teman yang sudah tak 
kelihatan (akibat perbedaan tingkat fisik dan ketertarikan mengabadikan 
momen indah) membuat kami terpisah. Segera saya lanjutkan langkah 
mendaki dengan cepat untuk mengejar teman. Sesampainya di puncak 
Welirang, jam menunjukkan pukul setengah empat sore, segera saya 
manfaatkan dengan mengabadikan sunset gunung Welirang yang 
teramat indah intuk dilewatkan. Hingga di suatu saat saya ingat akan 
keterpisahan kami, sembari mencari teman, saya manfaatkan dengan 
menyalurkan hobi fotografi. Dari puncak Welirang, yang ditandai dengan 
batu besar, kita bisa menyaksikan panorama pemandangan indah wisata 
Selekta, Tretes dan kaki-kaki langit di Selat Madura. Di bawah puncak 
gunung tampak 2 kawah berwarna kekuningan yang diselimuti asap pekat 
belerang. Kawah Jero tampak lebih besar dan dalam, yang ditambang secara
 tradisional oleh warga penambang belerang dan Kawah Plupuh tampak 
berdampingan indah menghantarkan gambaran alam berbalut awan. Batas awan
 dan bumi seakan menjadi pudar hingga kita seakan bisa merasakan sapuan 
embun awan yang membasuh wajah, menyejukkan sukma
Tak terasa gelap mulai 
menyusuri kabut gunung Welirang. Tanpa sadar jam menunjukkan pukul 5 
sore lebih. Ketakutan mulai menyergap bathin dan pikiran saya dimana 
senter dan peralatan survival berada di tangan teman yang terpisah. 
Sedetik kemudian tanpa pikir panjang saya putuskan menuruni lereng 
Welirang secepat mungkin sebelum gelapnya malam menyelimuti area gunung.
 Namun mentari yang telah beranjak dari peraduannya lebih cepat, segera 
saya putuskan untuk berlari secepat mungkin. Suara teriakan monyet dan 
penunggu hutan sepanjang perjalanan seakan menjadi penyemangat. Terjatuh
 dan kembali segera bangkit dan terus berlari, hingga tanpa terasa pos 
peristirahatan tampak di depan mata. Disambut dengan tatapan heran 
teman-teman memandangi saya yang terengah-engah dan bermandikan 
keringat. Teman saya yang tadi terpisah ternyata sudah tiba duluan 
menjelang gelap. Barulah saat itu saya merasakan kesakitan dan pegal di 
seluruh sendi tubuh, namun saya tetap bersyukur dapat kembali dengan 
keadaan sehat dan bersyukur telah mendapatkan foto-foto sunset di gunung Welirang.
Selanjutnya kami 
melanjutkan perjalanan ke gunung Arjuno, dari puncak Welirang kita 
berjalan turun ke arah selatan, dan melalui hutan cemara dan melewati 
satu jurang dan lembah gunung Kembar I dan gunung Kembar II, di mana 
dapat kita jumpai beberapa lubang sumur dalam perjalanan, yang sering 
digunakan untuk menjebak rusa. Selanjutnya kita akan melalui Sawahan 
Bakal (2626 mDPL), berupa padang rumput yang dulunya banyak dijumpai 
rusa dan kijang.
Setelah berjalan 5-6
 jam kita akan sampai di puncak yang diberi nama pasar Dieng, yang 
ketinggiannya hampir sama dengan Puncak Gunung Arjuno, di mana hamparan 
dan tanah rata yang luas dipagari batu-batu besar yang tersusun rapi. 
Konon menurut warga sekitar di tempat ini pada malam tertentu akan 
muncul pasar dari alam lain (mahluk halus…hiee).dan di tempat inilah 
salah seorang teman mengalami fenomena aneh, dimana ia merasa berjalan 
ditemani seseorang di belakangnya dan mengobrol panjang lebar sepanjang 
perjalanan. Namun saat tiba di tempat peristirahan, ‘teman 
perjalanannya’ tak ada dan yang pasti tidak ada kami yang merasa 
menemaninya.(lagi-lagi…). Perjalanan kami teruskan dengan melewati bukit
 sebelum kita sampai di puncak Arjuna.
Sesampainya kami di 
puncak gunung Arjuno, disambut dengan angin yang sangat kencang dan 
suhunya minus (saya kira). Dingin yang menggigit kulit setimpal dengan 
indahnya pemandangan lampu kota yang terhampar di bawah gunung Arjuna. 
Puncak Gunung Arjuno disebut juga Puncak Ogal Agil sangatlah indah di 
malam hari akan terasa sangat nikmat ditemani canda tawa sahabat yang 
duduk berkeliling di sekitar api unggun diselingi wangi kopi jahe yang 
menghangatkan tubuh. Menghabiskan semalam di puncak Arjuna serasa kurang
 bagiku, namun semua keindahan ini akan selalu terbingkai indah di hati.
Setelah berkemah di wilayah puncak pada malam, kita akan disuguhkan panorama sunrise
 pada dini hari, suatu kenikmatan yang sulit digambarkan oleh kata-kata.
 Dan sesudah itu kita dapat turun ke arah timur lewat jalur 
Lawang-Malang, melewati hutan tropik, cemara dan perdu, setelah beberapa
 jam berjalan cepat, kita akan melewati deretan perkebunan teh Wonosari 
yang sejuk dan hijau di bagian utara. Turun lewat jalur Lawang akan 
lebih dekat dan menyingkat waktu.
REFRENSI :

 






 
 
 
 
0 comments:
Post a Comment