A. Sejarah Penelusuran Gua
Masa Primitif, gua dihuni oleh manusia Cro Magnon dan berlindung, kuburan dan untuk pemujaan roh leluhur
1674, John Beaumont seorang ahli bedah dan ahli geologi amatir dari
Samerset Inggris melakukan pencatatan laporan ilmiah penelusuran gua
sumuran (potholing) yang pertama kali dan diakui oleh British Royal
Society
1670 - 1680, Baron Johann Valsavor dari slovenia adalah orang pertama
yang melakukan deskripsi terhadap 70 gua dalam bentuk laporan ilmiah
lengkap dengan komentar, sketsa dan peta sebanyak 4 jilid dengan total
mencapai 2.800 halaman. Atas jasanya British Royal Society memberikan
penghargaan ilmiah kepadanya
1818, Kaisar Habsburg Francis I adalah orang yang pertama kali
melakukan kegiatan wisata di dalam gua yaitu saat mengunjungi Gua
Adelsberg (Sekarang Gua Postonja di eks Yugoslavia). Kemudian Josip
Jersinovic yaitu seorang pejabat di daerah tersebut tercatat sebagai
pengelola gua profesional yang pertama
1838, Pengacara Franklin Gorin adalah tuan tanah yang memiliki areal
dimana gua terbesar dan terpanjang di dunia yaitu Mammoth Cave di
Kentucky AS. Olehnya gua tersebut dikomersialkan dan dipekerjakannya
seorang mulatto bernama Stephen Bishop berumur 17 tahun sebagai budak
penjaga gua tersebut. karena tugasnya tersebut Stephen Bishop dianggap
sebagai Pemandu Wisata Gua Profesional (Cave Guide) pertama. Mammoth
Cave sendiri terdiri dari ratusan lorong (Stephen Bishop menemukan
sekitar 222 lorong) dengan panjang 300 mil hingga kini belum selesai
ditelusuri dan diteliti. Tahun 1983 oleh usaha International Union of
Speleology, Mammoth Cave diakui oleh PBB sebagai salah satu warisan
dunia (World Herritage)
1866-1888, pada masa ini diakui sebagai saat lahirnya Ilmu Speleologi
yang dipelopori oleh Edouard Alfred Martel (1859-1938)berkat usaha
kerasnya selama 5 yang diakui sebagai Bapak Speleologi Dunia. Semua ini
tahun dalam suatu Kampanye
Penelusuran Gua yang berisi metoda yang menggabungkan bidang Ilmu Riset
Dasar dalam eksplorasi gua sehingga dapat dilakukan suatu penelitian
yang Multi disipliner dan Interdisipliner. Metoda tersebut diakui oleh
para ahli sebagi cara
yang paling tepat, konstruktif dan efisien dalam meneliti lingkungan
gua. Bahkan tata cara tersebut dianggap sebagai pokok penerapan
disiplin, tata tertib, etika dan moral kegiatan Speleologi Modern pada
masa sekarang.
B. Speleologi Modern dan Perkembangannya di Indonesia
Speleologi berasal dari kata Spelaion (Gua) dan Logos (Ilmu) dalam
bahasa Yunani. Arti umumnya adalah Ilmu Mengenal Gua namun secara khusus
diartikan sebagai Ilmu Riset Dasar yang mempelajari lingkungan gua dan
aspek ilmiah yang ada di dalamnya. Bidang ini menyangkut banyak cabang
ilmiah dari bidang sains yang lain seperti Biologi (mikrobiologi),
Geologi, Kimia, Meteorologi, Anthropologi, Arkeologi, Minerologi,
Sedimentologi juga bidang ilmu yang bersifat sosial seperti Ilmu
Ekonomi, Geografi, Sosiologi, Sejarah, Turisme bahkan Mistik dan
Legenda.
Di Indonesia baru ada pada pertengahan dekade 70-an. Diperkenalkan oleh
dr. Robby Ko King Tjoen DV. melalui media massa. Tahun 1979 bersama
Norman Edwin (Alm.) mendirikan SPECAVINA club Caving pertama di
Indonesia. Setelah bubar pada awal dekade 80-an maka pada Tanggal 23 Mei
1983 dr. Robby mendirikan HIKESPI (Himpunan Kegiatan Speleologi
Indonesia) yang mendapat pengakuan Internasional dengan terdaftar di UIS
(Union Internationale de Speleologie - anggota Kelompok F UNESCO)
dengan nama FINSPAC (Federation of Indonesian Speleological Activities).
Dan dari Pemerintah RI (terdaftar di LIPI sebagai organisasi afiliasi
profesi ilmiah) sebagai satu-satunya organisasi yang mewadahi semua
kegiatan speleologi di Indonesia secara resmi.
Kegiatan di alam bebas semakin berkembang. Mendaki gunung sudah sangat
dikenal, meniti tebing terjal, bahkan menginjak puncak gunung es atau
salju kini bukan lagi merupakan suatu impian. Ada satu kegiatan lain di
alam bebas yang mulai berkembang, yaitu Telusur Gua.
Jika bentuk kegiatan di alam bebas kebanyakan dilakukan di alam terbuka,
tidak demikian halnya dengan telusur gua ; kegiatan ini justru
dilakukan di dalam tanah.Aktivitas Caving diterjemahkan sebagai
‘aktivitas penelusuran gua’. Setiap aktivitas penelusuran gua, tidak
lepas dari keadaan gelap total. Justru keadaan seperti ini yang menjadi
daya tarik bagi seorang caver, sebutan untuk seorang penelusur gua.
Petualangan di lorong gelap bawah tanah menghasilkan pengalaman
tersendiri. Perasaan ingin tahu yang besar bercampur dengan perasaan
cemas karena gelap total. Ada apa dalam kegelapan itu ? membahayakankah ?
adakah kehidupan di sana ? Pertanyaan lebih jauh bagaimana
lorong-lorong itu terbentuk ? Pertanyaan yang kemudian timbul, kemudian
berkembang menjadi pengetahuan tentang gua dan aspeknya, termasuk
misteri yang dikandungnya. Maka dikenal istilah “speleologi”.
Ruang lingkup ilmu pengetahuan ini tidak hanya keadaan fisik alamaiahnya
saja, tetapi juga potensinya; meliputi segi terbentuknya gua, bahan
tambang, tata lingkungan, geologi gua, dan segi-segi alamiah lainnya.
Kalau sebagian orang merasa enggan untuk mendekati “lubang gelap
mengangga”, maka para penelusur gua justru masuk kedalamnya, sampai
berkilo-kilometer jauhnya. Lubang sekecil apapun tak luput dari
perhatiannya, jika perlu akan ditelusuri sampai tempat yang paling dalam
sekalipun. Mc. Clurg mencatat, setiap penelusuran gua tidak
menginginkan lorong yang ditelusurinya berakhir, mereka mengharapkan di
setiap kelokan di dalam gua dijumpai lorong-lorong yang panjangnya tidak
pernah disaksikan oleh siapapun sebelumnya. Sehingga apabila orang
bertanya, “ Mengapa mereka memasuki gua ?”, barangkali catatan Norman
Edwin adalah jawabannya, “ Adalah suatu kepuasan bagi seorang penelusur
gua bila lampu yang dibawanya merupakan sinar pertama yang mengungkapkan
sebuah pemandangan yang menakjubkan di bawah tanah”.
C. Macam dan Fungsi Gua
Pengertian gua adalah "suatu lorong bentukan alamiah di bawah tanah yang
bisa dilalui oleh manusia, yang hanya bisa dilalui hewan saja disebut
gua mikro". Dalam hal ini yang dimaksud adalah gua alam, namun ada juga
gua buatan manusia seperti tempat perlindungan perang dan lain-lain.
Gua alam dibagi dalam beberapa jenis berdasarkan letak dan batuan pembentuknya, yaitu :
Gua lava : terbentuk akibat pergeseran permukaan tanah akibat gejala
keaktifan vulkanologi, biasanya sangat rapuh karena terbentuk dari
batuan muda (endapan lahar) dan tidak memiliki ornamen batuan yang khas
Gua litoral : sesuai namanya terdapat di daerah pantai, palung laut
ataupun di tebing muara sungai, terbentuk akibat terpaan air laut
(abrasi)
Gua batu gamping (karst) : adalah fenomena bentukan gua terbesar (70%
dari seluruh gua di dunia). Terbentuk akibat terjadinya peristiwa karst
(pelarutan batuan kapur akibat aktifitas air) sehingga tercipta
lorong-lorong dan bentukan
batuan yang sangat menarik akibat proses kristalisasi dan pelarutan
gamping. Diperkirakan wilayah sebaran karst Indonesia adalah yang
terbesar di dunia.
Gua pasir, gua batu halit, gua es dsb. : adalah bentukan gua yang
sangat jarang dijumpai di dunia, hanya meliputi 5% dari seluruh jumlah
gua di dunia.
Fungsi gua :
Tempat berlindung (primitif) manusia dan hewan
Tempat penambangan mineral (kalsit/gamping, guano) - tempat perburuan (walet, sriti, kelelawar)
Obyek wisata alam bebas dan minat khusus
Obyek sosial budaya (legenda, mistik) - gudang air tanah potensial sepanjang tahun
Laboratorium ilmiah yang peka, lengkap dan langka
Indikator perubahan lingkungan paling sensitif
Fasilitas penyangga mikro ekosistem yang sangat peka dan vital bagi kehidupan makro ekosistem di luar gua.
D. Apakah Speleologi Itu ?
Pengertian Kata Speleologi adalah Ilmu mengenai gua atau ilmu yang
mempelajari tentang lingkungan gua dan membahas berbagai aspek fisik dan
biologisnya. Sedang caving adalah kegiatan penelusuran gua. Secara umum
menurut ketentuan internasional, setiap kegiatan penelusuran gua harus
mempunyai tujuan ilmiah dan
konservasi (berlaku untuk gua alam bebas). Sedangkan bila untuk tujuan
wisata maka hanya diperkenankan pada gua-gua khusus yang telah dibuka
sebagai obyek wisata dan telah dikelola secara profesional, lintas
sektoral dan terpadu.
E. Terjadinya Gua Dan Jenisnya
Dua unsur penting yang memegang peran terjadinya gua, yaitu rekahan dan
cairan. Rekahan atau lebih tepat disebut sebagai “zona lemah”, merupakan
sasaran bagi suatu cairan yang mempunyai potensi bergerak keluar.
Cairan ini dapat berupa larutan magma atau air. Larutan magma menerobos
ke luar karena kegiatan magmatis dan mengikis sebagian daerah yang
dilaluinya. Apabila kegiatan ini berhenti, maka bekas jejaknya (magma/
aliran air) akan meninggalkan bentuk gua, lorong, celah atau bentuk lain
semacamnya.
Proses yang terjadi terhadap batuan yang dilalui, tidak hanya proses
mekanis, tetapi juga proses kimiawi. Karenanya, dinding celah atau gua,
biasanya mempunyai permukaan yang halus dan licin. Pembentukan gua lebih
sering terjadi pada jenis batuan gamping, karst, dengan komposisi
dominan Kalsium Karbonat (CaCO3), disebut gua batu gamping. Batuan ini
sangat mudah larut dalam air, bisa air hujan atau air tanah. Oleh
karenanya,
reaksi kimiawi dan pelarutan dapat terjadi di permukaan dan di bawah
permukaan. Tetapi sering kali ditemukan juga mineral-mineral hasil
reaksi yang tidak larut di dalam air, misalnya kuarsa dan mineral
‘lempung’. Lazimnya bahan-bahan ini akan
membentuk endapan tersendiri. Sedangkan larutan jenuh kalsium, di tempat
yang tidak terpengaruh oleh tenaga mekanis, diendapkan dalam bentuk
kristalin, antara lain berupa stalagtit dan stalagmit, yang tersusun
dari mineral kalsit, dan variasi-variasai ornamen gua lainnya yang
menarik untuk dilihat.
Air cenderung bergerak ke tampat yang lebih rendah. Sama dengan yang
terjadi di bawah permukaan. Sama dengan yang terjadi di bawah permukaan.
Hal ini berakibat daya reaksi dan pengikisan bersifat kumulatif. Tidak
heran betapapun kecilnya sebuah celah tempat masuknya air di permukaan
dapat menyebabkan hasil pengikisan berupa rongga yang besar, bahkan
lebih besar di tempat yang lebih dalam. Rongga yang terbentuk mestinya
berhubungan pula, hal ini mungkin karena sifat air yang mudah menyusup
ke dalam celah yang kecil dan sempit sekalipun.
Ukuran besarnya gua tidak hanya tergantung pada intensitas proses
kimiawi dan pengikisan yang berlangsung, akan tetapi juga ditentukan
oleh jangka waktu proses itu berlangsung. Sedangkan pola rongga yang
terjadi di bawah permukaan tidak menentu. Seandainya ditemukan pola
rongga yang spesifik (mengikuti arah tertentu) maka dapat diperkirakan
faktor geologi ikut berperan, misalnya adanya sistim patahan atau aspek
geologis lainnya.
Macam bentukan dan berbagai larutan di dalam gua :
1. Aragonite : Crystalline / cristal yang terbentuk dari CaCO3, jarang dijumpai.
2. Flow Stone : Kalsit (Calsite) yang terdeposisi (diendapkan) pada dinding lorong gua.
3. Gours : Kumpulan kalsit yang terbentuk di dalam aliran air atau
kemiringan tanah. Aliran ini mengandung banyak CO2. Semakin CO2 memuai
(menguap), kalsit yang terbentuk semakin banyak.
4. Helectite : Formasi gua yang timbul dengan sudut yang berlawanan dari gaya tarik bumi. Biasanya melingkar.
5. Marble : Batu gamping yang mengalami perubahan bentuk
dimetamorfasekan oleh panas dan tekanan sehingga merubah struktur yang
unik dari batu tersebut.
6. Stalactite : Formasi kalsit yang menggantung
7. Stalacmite : Formasi kalsit yang tumbuh ke atas, di bawah atap stalactite.
8. Straw : seperti stalactite tapi diameternya kecil, sebesar tetasan air.
9. Styalalite : Garis gelombang yang terdapat pada potongan batu gamping.
10. Pearls : Kumpulan batu kalsit yang berkembang di dalam kolam di
bawah tetesa air. Disebut pearls karena bentuknya mirip mutiara.
11. Curtain : Endapan yang berbentuk seperti lembaran yang terlipat, menggantung di langit-langit gua atau di dinding gua.
12. Column
13. Couli Flower
14. Rimstone Pool : Berbentuk seperti bendungan yang berbentuk ketika
terjadi pengendapan air, CO2-nya menghilang dan menyisakan kalsit yang
bersusun-susun.
F. Etika Penelusuran Gua
1. Bertindak WAJAR
Tidak sok pamer atau menutup-nutupi kepandaian (merasa minder atau malu)
Jika tidak sanggup maka tidak memaksakan kehendaknya
2. Tunjukkan RESPEK Kepada Sesama Penelusur Gua
Tidak menggunakan peralatan atau bahan-bahan yang disediakan oleh rombongan lain tanpa persetujuan
Membahayakan penelusur gua yang lain, misalnya :
Mengambil atau memutuskan tali yang terpasang
Memindahkan peralatan ketempat lain
Menimpuk batu jika ada penelusur lain didalam gua
Menghasut penduduk disekitar gua agar menghalang-halangi atau melarang
rombongan lain masuk gua karena tidak satu orang/kelompok pun boleh
merasa memiliki kekuasaan/hak terhadap sebuah gua bahkan bila dia itu
seorang ahli yang menemukan gua tersebut pertama kali kecuali pemilik
tanah di mana gua itu berada
Jangan melakukan penelitian yang sama jika ada rombongan penelusur
lain yang sedang mengerjakannya DAN BELUM DIPUBLIKASIKAN (kecuali
mendapatkan ijin)
Jangan gegabah sebagai penemu sesuatu sebelum mendapat konfirmasi dari kelompok2 resmi yang lain
Jangan melaporkan hal-hal yang tidak benar demi sensasi atau ambisi pribadi
Setiap usaha penelusuran gua adalah USAHA BERSAMA dan hasil publikasi
tidak boleh menonjolkan DIRI SENDIRI tanpa mengingat jasa SESAMA
PENELUSUR
Jangan menjelek-jelekkan penelusur lain dalam publikasi walau
penelusur itu mungkin melakukan hal-hal yang bersifat negatif. Setiap
publikasi negatif tentang sesama penelusur maka akan memberikan gambaran
negatif terhadap semua penelusur gua.
G. Kewajiban
Konservasi lingkungan gua harus menjadi TUJUAN UTAMA kegiatan Speleologi dan dilaksanakan sebaik-baiknya oleh SETIAP PENELUSUR
Membersihkan gua serta lingkungannya, menjadi kewajiban pertama para penelusur
Apabila sesama penelusur gua membutuhkan pertolongan darurat para penelusur gua wajib memberikan pertolongan itu
Setiap penelusur gua wajib menaruh respek terhadap penduduk sekitar gua;
Minta ijin seperlunya, bila mungkin secara tertulis kepada yang
berwenang, tidak membuat onar atau melakukan tindakan-tindakan yang
melanggar ketenteraman dan menyinggung perasaaan panduduk.
Jangan merusak pagar, tanaman penduduk atau menganggu hewan milik
penduduk. Sedapat mungkin menghormati dan mematuhi larangan2 yang
diberikan pemuka masyarakat setempat berkaitan dengan gua yang akan
ditelusuri demi menjaga martabat kepercayaan setempat
Bila meminta ijin dari instansi resmi yang berwenang, maka harus
dirasakan sebagai kewajiban untuk membuat laporan dan menyerahkan
hasilnya pada instansi tersebut. Apabila meminta nasihat pada penelusur
atau seorang lainnya, maka wajib pula menyerahkan laporan kepada
kelompok penelusur atau penasehat perseorangan itu
Bagian-bagian yang berbahaya dalam suatu gua wajib diberitahukan
kepada kelompok penelusur lain, apabila anda mengetahui adanya
tempat-tempat yang berbahaya
Sesuai dengan pandangan NSS dari USA, dilarang memamerkan benda-benda
mati atau hidup didalam gua untuk lingkungan NON penelusur gua dan NON
Speleologi. Hal ini untuk menghindari dorongan kuat yang hampir pasti
timbul, untuk ikut mengambil
benda-benda itu guna koleksi pribadi atau untuk melakukan penelusuran
gua tanpa pengetahuan teknis dan ilmiah yang cukup. Bila perlu hanya di
pamerkan dalam bentuk foto2 tanpa menyebutkan lokasi
NSS juga tidak menganjurkan usaha mempublikasikan penemuan2 di dalam
gua atau lokasi dari gua sebelum diyakini betul adanya pelestarian oleh
yang berwenang, yang memadai. Perusakan lingkungan gua oleh orang awam
menjadi tanggung jawab si penulis berita, apabila mereka mengunjungi
gua2 itu sebagai akibat publikasi dalam media massa
Setiap terjadi musibah diwajibkan untuk di laporkan kepada sesama
penelusur melalui media Speologi yang ada, hal ini perlu supaya jenis
musibah yang sama dapat dihindari
Menjadi kewajiban mutlak bagi penelusur gua untuk memberitahukan
kepada rekan-rekan terdekat lokasi mana akan pergi dan kapan ia akan
diharapkan pulang.
Di tempat lokasi gua, para penelusur wajib memberitahukan penduduk
nama dan alamat para penelusur dan kapan diharapkan selesai menelusuri
gua. Wajib memberitahukan penduduk siapa yang harus dihubungi, apabila
penelusur belum keluar dari gua
sesuai dengan waktu yang direncanakan
Para penelusur wajib memperhatikan keadaan cuaca. Wajib meneliti
apakah ada bahaya banjir didalam gua waktu turun hujan lebat dan
meneliti lokasi2 mana di dalam gua yang dapat dipergunakan untuk tempat
menghindar dari banjir
Dalam setiap musibah setiap penelusur wajib bertindak dengan tenang
tanpa panik dan wajib patuh pada instruksi pemimpin penelusuran
Setiap penelusur dianjurkan untuk melengkapi dirinya dengan peralatan
dasar, untuk kegiatan yang lebih sulit digunakan peralatan yang memenuhi
syarat dan ia wajib mempunyai pengetahuan tentang penggunaan peralatan
itu
Setiap penelusur wajib melatih diri dalam berbagai keterampilan gerak
penelusuran gua dan keterampilan menggunakan peralatan sekalipun dalam
waktu2 non aktif
Setiap penelusur gua wajib membaca berbagai publikasi mengenai gua dan
lingkungannya agar pengetahuan tentang Speleologi tetap berkembang,
bagi yang mampu melakukan penyelidikan atau opservasi ilmiah diwajibkan
melakukan publikasi agar sesama penelusur dapat menarik manfaat dari
makalah2 itu.
H. Teknik Dalam Penelusuran Gua
1. Penelusuran Gua Horisontal
Pada dasarnya setiap penelusur gua, harus memulai perjalanannya dalam
kondisi tubuh fit . Malah dalam sebuah buku teks disebutkan, apabila
badan terasa kurang fit, sebaiknya perjalanan eksplorasi gua dibatalkan
(etika penelusuran gua). Hal ini disebabkan karena udara di dalam gua
sangat buruk, penuh deposit kotoran burung dan kelelawar, ditambah
kelembaban yang sangat tinggi. Mudah sekali dalam kondisi demikian
seorang penelusur gua terserang penyakit paru-paru, beberapa pioneer
penelusur gua menghentikan kegiatan eksplorasinya karena terserang
penyakit ini.
Selain memerlukan kondisi tubuh yang baik, seorang penelusur gua
sedikit banyak harus harus memiliki kelenturan tubuh dan yang terpenting
tidak cepat menjadi panik dalam keadaan gelap dan sempit. Bentuk tubuh
juga mempengaruhi kecepatan gerak seorang penelusur gua. Penelusur Gua
ideal adalah yang memiliki badan relatif kecil meskipun belum tentu
menjadi jaminan akan menjadi penelusur handal.
Dalam penelusuran horisontal, kita lakukan gerak, jalan membungkuk,
merangkak, merayap, tengkurap, dan kadang terlentang, menyelam serta
berenang. Dengkul dan ujung siku merupakan sisi penting buat seorang
penelusur atau caver.
Peralatan pribadi untuk gua horisontal:
a. Helm
b. Caving sling
c. Cover all
d. Caving pack sack
Peralatan tim untuk gua horisontal:
a. Perahu karet
b. Tali
c. Kamera
d. Kompas
e. Topofil
2. Penelusuran Gua Vertikal
Sampai dengan saat ini, ada beberapa sistem yang digunakan dalam
penelusuran gua vertikal. Yang dianggap terbaik karena efektifitasnya
adalah Single Rope Technique (SRT). SRT hanya menggunakan satu tali
tunggal, dan menggunakan prinsip pemindahan beban ketika menaiki tali
tersebut, sehingga menggunakan dua alat naik.
Peralatan yang digunakan untuk keperluan SRT :
a. Peralatan Pribadi
Perlengkapan/peralatan yang disebutkan di bawah ini merupakan
perlengkapan yang harus melekat pada seorang penelusur gua pada saat
melakukan penelusuran gua vertikal. Secara garis besar peralatan yang
harus dikenakan pribadi dibagi menjadi 3, yaitu alat untuk naik, alat
untuk turun dan peralatan penunjang.
Peralatan Naik (ascender)
Ada beberapa jenis peralatan yang dapat dikategorikan dalam ascender,
yang memiliki keistimewaan apabila terbeban akan semakin mengunci ke
tali.
Foot Loop Jammer
Alat ini akan digunakan oleh tangan untuk menarik beban badan,
dihubungkan dengan webbing ke sit harness, sehingga juga menjadi
pengaman kita. Pada alat ini
ditempatkan foot-loop (sling injak) dan security link (tali pengaman).
Alat ini menggunakan gigi-gigi runcing untuk mencengkram mantel dari
tali, sehingga semakin
terbeban akan semakin mengunci ke tali. Yang biasa digunakan sebagai
Foot Loop Jammer adalah Jumar produksi Petzl, yang memiliki dua warna,
kuning untuk tangan
kiri, dan biru untuk tangan kanan. Ada beberapa jenis ascender lain yang
memiliki bentuk dan fungsi hampir sama dengan Jumar Petzl, diantaranya
CMI Jammer.
Chest Jammer
Alat untuk naik yang prinsipnya hampir sama dengan Jumar, namun
bentuknya lebih ringkas (tidak ada pegangan untuk tangan), dan
dihubungkan langsung dengan Sit
Harness dan Chest Harness, selain sebagai alat naik, juga berguna untuk
menjaga agar badan tetap sejajar dengan tali. Chest Jammer keluaran
Petzl biasa disebut
Croll yang memang sudah dirancang untuk kepentingan SRT.
Jumar dan Croll merupakan dua alat utama yang digunakan dalam SRT,
ketika badan kita menggunakan Croll sebagai pengaman, dalam artian beban
kita bergantung di
Croll, tangan kita dapat menggunakan Jumar untuk menambah ketinggian.
Peralatan Turun (Descender)
Figure Of Eight
Dapat digunakan sebagai alat turun, namun dalam SRT hal ini tidak
dianjurkan, mengingat Figure Of Eight mengandalkan friksi dengan tali
dengan cara membelokkan
arah tali, sementara tali yang digunakan di SRT adalah Tali Statis yang akan lebih mudah rusak apabila arah gayanya diubah.
Bobin Descender
Alat yang dikeluarkan Petzl ini, dikhususkan penggunaannya untuk
menuruni tali pada SRT, yang digunakan adalah Bobin Single Rope. Bobin
digunakan oleh orang yang sudah terbiasa menuruni tali dengan SRT,
karena tidak memiliki kunci pengaman, kontrol kecepatan diatur oleh
tangan kita.
Rack
Rack memiliki batang-batang yang dapat dirubah posisinya, untuk mengatur
friksi antara alat dengan tali, hal ini akan mempengaruhi kecepatan.
Rack akan relatif lebih dingin setelah pengunaan jangka panjang.
Auto Stop Descender
Auto Stop merupakan alat turun yang paling aman untuk digunakan dalam
melakukan SRT. Hal ini karena Auto Stop dilengkapi dengan sistem kunci
otomatis, dan dapat dipasang tanpa melepaskannya dari kaitan ke harness.
Peralatan Penunjang
Merupakan peralatan yang juga harus dikenakan ketika melakukan SRT, yang
digambarkan disini adalah prinsip-prinsipnya, bisa digunakan benda lain
dengan
prinsip sama
Sit Harness
Ada berbagai jenis Sit Harness, untuk keperluan SRT Petzl khusus
mengeluarkan Avanti. Sit Harness ini berbeda dengan harness untuk
keperluan memanjat ataupun canyoning. Avanti dapat diubah ukurannya
sesuai dengan badan kita, karena dalam melakukan SRT, ukurannya harus
benar-benar tepat agar terasa nyaman.
Linking Maillon
Semacam karabiner tetapi tidak memiliki sebuah gate (pintu dengan per).
Maillon sangat kuat, terdiri dari berbagai tipe dan ukuran. Linking
Maillon gunanya sebagai penghubung foot-loop jammer dengan foot-loop dan
safety link. Alternatif lain dapat menggunakan small oval screwgate
carabiner.
Foot Loop
Atau tangga, digunakan waktu naik meniti tali. Foot loop merk “Camp”
dapat dipanjang dan pendekkan sesuai dengan keperluan. Alternatif lain
memakai etrier atau sling.
Security Link
Disebut juga “safety link”, gunanya sebagai safety pada waktu naik.
Terbuat dari Dynamic Climbing Rope, berdiameter 9mm. Panjangnya
sejangkau tangan atau lebih.
Pada kedua ujungnya dibuat “figure of eight knot”. Ujung pertama di foot
loop jammer dan ujung lainnya di attachment pada sit harness. Bisa juga
menggunakan
webbing.
Chest Harness
Merupakan harness khusus di dada. Bentuknya seperti angka delapan. Chest
harness berguna untuk menempatkan “petzl croll” waktu naik, sehingga
badan tetap sejajar dengan tali. Figure of eight chest harness merupakan
perlengkapan standar. Alternatif lain memakai sling/chest strap.
Main Attachment
Delta maillon 10mm adalah main attachment. Terbuat dari baja (steel)
atau aluminium. Main attachment merupakan tempat utama untuk berbagai
kaitan/sangkutan. Selain untuk mengunci sit harness, delta maillon juga
untuk mengkaitkan croll, security link, cow’s tail dan descender. Untuk
posisi main attachment tidak pernah
digunakan carabiner.
Cow’s tail
Sebagai pengaman pada saat melewati sambungan tali dan pindah anchor,
waktu menuruni tali atau menaiki tali. Cow’s tail dapat dibuat dari
“climbing rope 11mm”. Panjangnya kemudian dilipat dua tidak sama
panjang. Masing-masing ujungnya dibuat figure of eight knot juga bagian
tengahnya, bagian yang membagi dua. “loop”
pada bagian tengah ini dikaitkan pada delta maillon.
Karabiner
Oval karabiner digunakan untuk cow’s tail sedangkan oval screw gate
karabiner untuk descender. Pada umumnya dalam penelusuran gua vertikal
digunakan ‘oval screw gate carabiner’.
Helmet
Merupakan perlengkapan vital dan wajib dikenakan oleh para penelusur
gua. Gunanya untuk melindungi kepala dari kemungkinan terbentur atau
tertimpa batu. ‘Petzl helmet’ diperlengkapi dengan lampu karbit.
b. Perlengkapan Tim
Tali
Tali yang dipakai dalam penelusuran gua vertikal, harus mempunyai
karakteristik sebagai berikut : kuat, memiliki daya tahan terhadap
gesekan, daya lentur kecil dan dapat menyerap kejut. Speleo rope
memenuhi syarat ini. Biasanya, spleleo rope yang dipakai berdiameter 9,5
mm sampai 11 mm.
Pemeliharaan :
Untuk memperpanjang umur tali, jauhkan dari asam (acid), alkali,
hindarkan dari kemungkinan gesekan dengan batu, atau gunakan “rope pad”
(alas tali). Cucilah tali setelah digunakan, tetapi jangan memakai
sabun, pakailah sikat halus. Jemur tali di tempat teduh da berangin,
jangan sekali-kali menjemur di panas matahari.
Webbing
Disebut juga tape (pita) terbuat dari nilon. Digunakan untuk membuat harness, anchor, dan lain-lain.
Perlengkapan lainnya
Perlengkapan lain yang diperlukan seperti tas untuk membawa tali
(rucksack, tackle bag), juga untuk membawa perlengkapan lainnya. Alat
penerangan seperti lampu batre, lampu karbit, atau lainnya. Sebaiknya
membawa batre atau karbit cadangan.
Untuk membawa karbit dapat digunakan ban dalam mobil atau motor. Untuk
mengarungi sungai di dalam gua diperlukan perahu karet khusus.
c. Tali Temali (Knots)
Merupakan pengetahuan dasar yang wajib diketahui oleh penelusur gua.
Simpul-simpul yang biasa digunakan di dalam penelusuran gua, yaitu:
Bowline
Digunakan untuk membuat anchor karena sifatnya yang semakin mengikat
apabila mendapat beban. Bowline juga digunakan dalam teknik rescue.
Waktu membuat simpul ini, ujung tali harus overhand knot.
Figure of eight
Merupakan simpul yang paling penting karena sering digunakan. Mudah
membuatnya dan melepaskannya. Dipakai untuk membuat anchor, sebagai tali
belay dan untuk
menyambung tali.
Tape knot
Simpul ini digunakan untuk menyambung webbing dengan menggabungkan kedua
ujungnya. Tidak ada simpul lain untuk keperluan tersebut.
Butterfly knot
Berfungsi untuk mengikat tali yang patah sehingga tidak terbeban. Simpul ini untuk tali dengan beban vertikal.
Prusik knot
Untuk prusikking (naik tali dengan bantuan prusik)
d. Sistim Anchor
Anchor merupakan sebuah “titik keamanan”. Anchor yang baik, menjamin
keselamatan penelusur gua, saat menuruni sumuran (potholing) maupun pada
saat kembali naik. Dalam verical caving dikenal sistim “back up” dengan
menggunakan beberapa titik (point). Selain untuk keamanan juga agar
tali tergantung bebas (hang belay) , guna menghindari gesekan batu.
Kegunaan lain anchor adalah , untuk membelay dan untuk keperluan
tertentu, seperti hauling, lowering, rescue dll.
Ada dua macam sistim anchor, yaitu :
Anchor Alam (Natural Anchor)
Natural Anchor relatif sangat kuat, dengan memanfaatkan batu, pohon dan
lain-lain. Caranya dengan melingkarkan sling pada batu atau pohon. Dapat
juga langsung menggunakan tali, dengan simpul bowline.
Artificial Anchor
Dinding gua biasanya tidak mempunyai rekahan, polos dan licin. Karenanya
dibuat anchor buatan. Dalam vertikal caving, dapat menggunakan ‘bolt’,
sedangkan piton
dan chock jarang digunakan. Dua hal yang sangat penting untuk diperhatikan :
Posisi Anchor : Posisi yang benar akan menghindarkan tali dari gesekan
batu, Periksa keadaan dinding gua sebelum dipasang anchor, dengan cara
mengetukkan hammer ke dinding gua. Bunyi gaung yang hampa menandakan
batu yang rapuh.
e. Pindah Anchor (passing a re-bellay on the descend)
Seringkali pada saat penelusuran gua harus memasang anchor lebih dari
satu. Untuk dapat melewati anchor waktu turun atau naik, diperlukan
pengetahuan atau teknik pindah anchor.
Teknik pindah atau melewati anchor :
Pasang cow’s tail pendek pada anchor, pada saat posisi descender sejajar dengan anchor.
Turun lagi sampai beban ada pada cow’s tail pendek, pasang cow’s tail
panjang pada hang belay, buka descender yang sudah bebas beban.
Buka cow’s tail pendek dengan cara berdiri pada foot loop.
Lanjutkan abseiling, lepaskan cow’s tail panjang dan lepas foot loop jammer.
f. Abseiling (teknik menuruni tali)
Dengan sistem SRT, teknik menuruni menjadi sangat mudah dan nyaman,
dibandingkan dengan penggunaan tangga gantung yang rumit. Yang harus
diingat ialah ketika melakukan SRT badan kita harus selalu berada dalam
kondisi aman, dalam artian ada paling tidak satu buah pengaman yang
menjaga apabila terjadi sesuatu. Dalam hal ini, pengaman yang paling
terakhir dilepas dan paling awal dipasang adalah Cow’s Tail.
Cara menuruni tali :
Pertama pasang cow’s tail pada back up belay, kemudian pasang tali pada
descender. Setelah descender terpasang, lepaskan cow’s tail dan lakukan
abseiling. Tangan kiri pada descender, sedangkan tangan kanan memegang
tali bawah sebagai kontrol laju pada waktu turun. Kecepatan waktu
abseiling sebaiknya konstan, jangan terlalu cepat atau tersendat-sendat
selain berbahaya juga akan merusak tali. Untuk mengurangi laju
percepatan gunakan carabiner untuk menambah friksi. Carabiner ini
dikaitkan pada main attachment. Sebelum melakukan abseiling, jangan lupa
membuat simpul pada ujung tali.
g. Pindah Sambungan (Passing a knot on the descend)
Kadang-kadang tali yang digunakan untuk menuruni gua tidak cukup panjang
dan harus disambung dengan tali lain agar dapat mencapai dasar.
Teknik melewati sambungan :
Turunkan descender hingga menyentuh sambungan tali
Pasang cow’s tail pada safety loop figure of eight
Pasang chest jammer, croll pada tali di atas descender, jangan terlalu jauh atau terlalu dekat
Buka descender dan pasang di tali bawah sambungan dengan posisi mengunci
Buka croll, dengan bantuan foot loop
Lanjutkan abseiling setelah melepas cow’s tail dan foot loop jammer.
h. Prussiking (teknik menaiki tali)
Yaitu bagaimana supaya penelusur gua dapat tiba kembali ke permukaan.
Dalam vertikal caving, telah dikembangkan berbagai teknik memakai tali
dengan kelemahan dan kelebihannya.
Ada dua system, yaitu :
Rope Walking System
Ciri utama dari sistim ini adalah kedua kaki diikat pada ascender yang
terpisah, sehingga setiap kaki dapat bergerak dengan bebas. Gerakan yang
terlihat seperti
seorang yang sedang menaiki tangga. Semakin tegak badan seseorang,
semakin efisien sistim ini berjalan. Rope walking system terdiri dari
Floating system, Basis
Mitchell system, Pigmy system dan gabungan ketiganya.
Sit-stand system
Berbeda dengan rope walking system, pada sistim ini tidak menggunakan
dua ascender, tetapi cukup hanya satu ascender. Kedua kaki bergerak
bersama, sehingga beban ditopang bersama. Keuntungannya kaki tidak cepat
capai dan mudah untuk istirahat. Sit stand system terdiri dari frog
system, inchworm system, texas system dan a one ascender prusik system.
Dari keempat sistim, frog system paling sering digunakan karena efisien
dan aman.
Frog system menggunakan satu jummar dan chest jammer croll di dada.
Tangan kanan mendorong jumar ke atas, sehingga kedua kaki dalam foot
loop berada dalam posisi terlipat. Pada posisi berdiri, croll ikut
bergerak ke atas, sampai berada di bawah jummar. Demikian seterusnya.
i. Pindah anchor (passing a re-belay on the ascend)
Seperti pada abseiling, teknik melewati anchor waktu naik tidak banyak berbeda.
Teknik melewati anchor :
Pasang cow’s tail pada anchor
Pindahkan foot loop jammer ke tali di atas anchor berdiri
Berdiri di foot loop, buka croll dan pasang pada tali atas.
Buka cow’s tail dan lanjutkan ascending.
Pindahan sambungan (passing a knot in the ascend)
Pasang cow’s tail pada ‘safety loops’ figure of eight knot.
Pindahkan foot loop jammer ke tali di atas sambungan.
Berdiri di foot loop, buka croll dan pasang tali atas.
Buka cow’s tail dan lanjutkan ascending.
I. Kemungkinan Kecelakaan Yang Terjadi
Sebagian besar kecelakaan yang terjadi di dalam gua, berasal dari
kesalahan si penelusur sendiri. Dalam keadaan yang sangat gelap sering
kali seorang penelusur melakukan kesalahan dalam menaksir jarak,
sehingga sebuah lubang yang cukup dalam, terlihat dangkal. Tipuan ini
menyebabkan ia merasa mampu untuk meloncat ke dalam lobang tersebut.
Etikanya tidak diperkenankan melakukan lompatan apapun di dalam gua.
Tertimpa batu, merupakan kejadian yang sering terjadi, karena runtuhan
alami akibat rapuhnya dinding gua atau akibat ketidaksengajaan si
penelusur gua yang menyebabkan jatuhnya batuan dan menimpa penelusur
lain. Helm menjadi wajib dikenakan untuk melindungi kepala.
Jenis kecelakaan yang lain, akibat buruknya atau tidak memenuhi syarat
perlengkapan yang dipakai, misalnya tali putus, ascender tidak
berfungsi. Oleh karena itu perawatan dan pemeliharaan alat-alat setelah
digunakan mutlak dilakukan. Jangan ragu-ragu untuk memotong tali pada
bagian yang terkoyak akibat gesekan, misalnya.
Bahaya banjir merupakan faktor penyebab utama kecelakaan lainnya.
Demikian pula faktor suhu udara yang dingin, perlu diperhatikan terutama
pada saat melakukan eksplorasi di gua yang basah.
Kejadian-kejadian di atas bukan tidak mungkin untuk dihindari, semuanya
tergantung dari persiapan dan pengalaman yang dimiliki oleh penelusur
gua.
J. Pemetaan
Dalam kegiatan penelusuran gua, pemetaan merupakan suatu hal yang
penting, bahkan pemetaan dapat disebut sebagai aspek ilmiah dari suatu
kegiatan yang bersifat petualangan. Meskipun sebenarnya banyak
penelitian ilmiah yang dapat dilakukan di dalam gua, seperti penelitian
Biologi, Geologi, Geomorfologi, Arkeologi, Hidrologi, Geografi, dan lain
sebagainya. Tetapi sebenarnya pemetaan menduduki posisi yang paling
penting. Boleh-boleh saja dalam penelusuran gua tidak melakukan
penelitian Biologi atau Geologi atau yang lainnya, tetapi pemetaan
merupakan hal yang wajib dikerjakan oleh seorang yang berpredikat
‘caver’.
“sebuah peta lebih mempunyai banyak arti daripada seribu kata-kata”.
Pemetaan merupakan bagian dari kegiatan yang bersifat perekaman atau
pendokumentasian. Dalam hal ini adalah yang berhubungan dengan rekaman
bentukan fisik gua, misalnya bentuk atau denah lorong, panjangnya,
tingginya, keletakan ornamen, apa saja ornamennya, posisi aliran air,
lumpur, sump, dan lain sebagainya.
Pemetaan sebuah gua merupakan salah satu upaya untuk mendokumentasikan
gua tersebut, sehingga peta tersebut akan menjadi informasi untuk
penelusur gua lainnya, ia akan mengetahui denah guanya, ukurannya,
ornamen yang menghiasinya, dan lain sebagainya, jauh dari sebelum ia
sendiri memasuki gua tersebut. Pemetaan juga memberikan informasi ilmiah
yang berguna bagi penelitian ilmu pengetahuan. Peta gua juga berarti
sebagai bukti seorang caver telah memasuki atau mengeksplorasi suatu
gua.
Peta Gua
Sebuah Peta Gua yang baik, akan dapat memberikan gambaran kepada orang
yang membaca peta tersebut dengan mudah. Sehingga sebuah peta gua harus
Informatif, dan Komunikatif. Dianggap informatif apabila, data-data yang
perlu diketahui dapat ditemukan
disini, dalam hal ini data-data yang dibutuhkan untuk sebuah kepentingan
eksplorasi. Tentu akan berbeda dengan peta yang dibuat untuk
kepentingan penelitian, atau wisata misalnya. Dan peta tersebut akan
komunikatif apabila dalam hasil akhirnya tidak membingungkan orang yang
membacanya, memiliki alur dan susunan yang jelas dan sesuai dengan
aturan yang telah disetujui bersama.
1. Peta sebuah gua minimal menerangkan tentang;
a. Penampang Atas, atau denah lorong untuk menunjukkan bentukan, arah dan belokan lorong.
b. Penampang Samping, Irisan, atau Section untuk menunjukkan ketinggian lorong, dan kemiringan gua tersebut.
c. Simbol Ornamen, simbol-simbol yang telah disepakati untuk mewakili ornamen yang terdapat di dalam gua tersebut.
d. Potongan Stasiun, ditiap titik yang dijadikan sebagai pos atau stasiun digambarkan potongannya.
e. Data Gua, keterangan mengenai gua tersebut, namanya, letak geografis
dan administratifnya, surveyornya, dan tanggal dilakukan survey untuk
pemetaan. Hal ini termasuk penting mengingat perubahan bentukan gua
dapat terjadi setiap saat.
f. Skala, untuk menunjukkan perbandingan, biasanya digunakan skala
batang karena lebih mudah untuk membayangkan keadaan sebenarnya.
g. Arah Utara Peta
h. Legenda, atau keterangan simbol.
Apabila sudah terdapat hal-hal tersebut, maka peta gua yang dibuat
seharusnya sudah mampu memberikan informasi yang cukup bagi penelusur
gua lainnya. Sebuah peta gua tentunya juga memiliki tingkat akurasi yang
berbeda-beda. Di dunia ada beberapa penilaian terhadap keakuratan
tersebut, tergantung pada kesepakatan federasi masing-masing. Saat ini,
yang lazim digunakan di Indonesia adalah sistem grade yang digunakan di
Eropa, yang memakai skala 1 sampai 6.
Untuk mendapatkan informasi yang akan dituangkan ke dalam peta gua, ada
beberapa prosedur pemetaan yang harus dilakukan. Sekilas
prosedur-prosedur ini akan tampak merepotkan ketika mengeksplorasi
sebuah gua, namun sebenarnya kerepotan tersebut akan terbalas dengan
hasil yang nantinya kita dapatkan.
2. Alat-alat perlengkapan pemetaan
a. Drafting film atau Kodak Trace sejenis kertas kedap air, seperti
kertas kalkir tetapi lebih tebal dan kedap air juga bisa dihapus jika
menggunakan alat tulis pinsil.
b. Topofil, alat untuk mengukur jarak antara stasiun. Kalau tidak ada dapat juga dipakai rollmeter.
c. Alas tulis dan alat tulis (pinsil, penghapus, dan serutan)
d. Kompas, alat untuk mengukur sudut deviasi atau azimuth. Biasanya kompas Silva atau Suunto yang digunakan.
e. Clinometer, alat untuk mengukur kemiringan gua (turun atau naik) Suunto PM5/360 adalah Clinometer yang terbaik.
3. Prosedur Pemetaan
Prosedur pemetaan yang dimaksud disini adalah teknis pengambilan data
untuk menghasilkan sebuah peta gua, data-data tersebut akan dicatat di
sebuah catatan lapangan untuk kemudian diterjemahkan. Secara garis
besar, pengambilan data
dilakukan dengan membuat bentukan kasar gua yang dieksplorasi, dengan
cara mengambil beberapa titik untuk dijadikan sebagai stasiun. Di
stasiun-stasiun tersebutlah data-data direkam, diantaranya arah lorong,
ketinggian lorong, kemiringan antara stasiun, tinggi langit-langit gua,
lebar lorong dan keterangan
lainnya.
Pemetaan dapat dilakukan oleh minimal dua orang, dimana satu orang
menjadi leader yang memegang ujung alat ukur dan menentukan posisi
stasiun, sementara orang kedua menjadi pencatat data yang memasukkan
data ke dalam field note.
Leader, adalah orang yang berhak menentukan posisi stasiun.
Satu titik dapat dijadikan stasiun karena beberapa sebab yaitu;
Lorong yang dieksplorasi berubah arah
Leader sudah tidak dapat terlihat oleh orang kedua
Terdapat kemiringan yang ekstrim
Terdapat perubahan bentukan lorong yang ekstrim
Terdapat ornamen yang unik
Jarak dengan stasiun terakhir sudah menjadi jarak maksimal untuk
membuat peta dengan grade tertentu. Satu hal yang mutlak diperhatikan
adalah bahwa posisi leader harus masih terlihat oleh pencatat data.
4. Contoh catatan lapangan
Keterangan :
STS; Adalah nama stasiun, dapat dinamakan sesuai kehendak, misalnya A-B,B-C, atau 1-2,2-3, dll.
Jarak; adalah jarak antara stasiun yang satu dengan yang lainnya
Azimut; adalah sudut yang ditunjukkan oleh kompas antara satu stasiun dengan stasiun disepannya
Clino; adalah derajat kemiringan antar stasiun, biasanya + apa bila
stasiun didepannya lebih tinggi, dan – bila stasiun didepannya lebih
rendah.
Kanan dan Kiri; adalah jarak dari poros orang ke dinding gua kanan dan kiri.
Atas dan Bawah; adalah Tinggi dan kedalaman gua.
Keterangan; diisi dengan hal-hal khusus yang ditemui, seperti ornamen yang unik, keterangan mengenai bentukan lorong, dll
Selain itu dalam pemetaan, pencatat data juga membuat sketsa lorong
dan irisan stasiun yang akan memudahkan pembuatan peta gua.
Cara Kerja
a. Stasiun A biasanya pada mulut atau pintu masuk gua. Di sini berdiri
pencatat data yang membawa kompas, clinometer dan catatan lapangan.
b. Leader membawa topofil atau rollmeter (ujung benang atau pita meter
dipegang oleh Pencatat data) hingga tempat yang dianggap sebagai stasiun
B
c. Pencatat data mencatat hasil pengukuran panjang, azimuth, clino juga
mencatat lebar kiri dan kanan lorong pada stasiun A pada lembar catatan
lapangan.
d. Pencatat data juga membuat sketsa denah lorong gua antara stasiun A
dan stasiun B. Pekerjaan ini dapat dibantu dengan adanya benang atau
pita meter yang memanjang antara stasiun A dan stasiun B. Pintu masuk
juga dibuat denah dan irisannya.
e. Rekam dan catat juga atau ploting pada sketsa jika dijumpai hal-hal
yang istimewa atau khusus, seperti adanya stalagmit yang besar atau
adanya aliran air, flowstone, dsb.
f. Selanjutnya pencatat data menuju stasiun B dan surveyor 2 menuju
stasiun C dan kembali melakukan pengukuran, pemetaan dan pembuatan
sketsa denah.
g. Pada prakteknya dapat dilakukan bergantian
h. Jangan lupa membuat gambar potongan / irisan dari lorong-lorong tertentu atau khusus.
5. Menyalin data lapangan menjadi sebuah peta gua
Langkah pertama yang harus dilakukan di tahap ini adalah menyalin
kembali data lapangan sesegera mungkin, karena catatan lapangan kita
pasti akan kotor, dan kemungkinan tidak jelas terbaca.
Kemudian kita membuat peta gua kasar di kertas milimeter block. Data
Azimuth, Kanan, kiri dan jarak akan berguana dalam membuat Penampang
atas atau denah, sementara data kemiringan, atas dan bawah akan berguna
untuk membuat irisan atau penampang samping.
Setelah itu, kita dapat menyalin draft peta yang telah kita buat ke
kertas kalkir, dan kemudian ditambahkan kelengkapan-kelengkapan lainnya.
6. Hambatan
Berbeda dengan pembuatan / survey pemetaan yang biasanya dilakukan di
tempat terbuka, maka pemetaan gua sepenuhnya dilakukan di dalam gua,
jauh di bawah muka bumi. Kondisi gua yang pastinya gelap total, hanya
ada penerangan lampu karbit
yang terbatas cahayanya, belum lagi lantai gua yang penuh lumpur,
ruangan yang sempit, dan waktu yang terbatas dimana kita tidak
dianjurkan lupa waktu di dalam gua. Tetapi itu semua bukan menjadi
alasan untuk tidak melakukan pemetaan gua,
lebih-lebih bagi mereka yang mengaku sebagai ‘caver’. Yang ingin
digarisbawahi di sini adalah bahwa apapun kondisinya seorang caver wajib
membuat peta gua di dalam eksplorasinya, khususnya gua-gua yang belum
dipetakan.
K. Peralatan Inti Caving ( Susur Gua )
Peralatan itu dapat dibagi menjadi dua katagori :
1. Perlengkapan pribadi :
a. Lampu, syaratnya harus bisa ditempelkan pada helm
b. Helm, diusahakan yang tidak mudah pecah. Jika ternyata pecah tidak akan melukai kepala
c. Coverall (Werkpak), dengan warna yang menyolok
d. Sarung tangan, sebaiknya dari kulit yang lemas atau karet
e. Sepatu, usahakan yang tinggi sehingga dapat melindungi dari gigitan binatang berbisa atau terkilirnya pergelangan kaki
f. Sumber cahaya cadangan, bisa berupa lilin senter korek api
g. Peluit, sebagai alat komunikasi darurat.
Perlengkapan tersebut hanya dapat dipergunakan untuk gua Horisontal
(datar), atau gua yang agak rumit hingga memerlukan keterampilan untuk
mendaki dan menuruni secara bebas tanpa peralatan (Free Climbing).
Perlengkapan pribadi ini harus diperluas apabila hendak melakukan
penelusuran dalam jangka waktu yang lama, banyak terdapat air dan banyak
memiliki lorong.
a. Tempat air minum, dibutuhkan bila penelusuran lebih dari 3 jam, dapat pula untuk mengisi tabung karbit
b. Makanan, harap dibawa jika menelusuri gua lebih dari 6 jam
c. Pakaian, yang kering luar dan dalam
d. Pelampung, untuk berenang
e. Masker hidung, ini terutama digunakan untuk gua yang banyak Guano-nya (penyebab sakit paru-paru)
f. Alat tulis kedap air, untuk penelusuran yang rumit dan jauh sebagai catatan perjalanan dan untuk keperluan pemetaan
g. Peralatan pemetaan, klinometer, rollmeter, kompas prisma, altimeter, barometer, thermometer dan tripod
h. Alat penunjuk jalan, alat ini bisa berupa bendera, benang dll. Dipergunakan untuk gua yang banyak lorongnya
i. Jam tangan kedap air, penunjuk waktu yang akurat sangat penting dalam penelusuran.
j. Alat fotografi, untuk keperluan dokumentasi diperlukan kamera SLR,
lampu kilat minimum 2 unit, aneka lensa filter, lensa zoom, shutter
release, tripod dan bila ada kamera tahan air.
Untuk melakukan eksplorasi gua vertikal atau sumuran, tentunya peralatan
tersebut diatas tidak memadai. Untuk keperluan tersebut dikenal suatu
cara yang disebut SRT (Single Rope Technique) atau teknik menaiki dan
menuruni tali tunggal, maka kita harus melengkapi dengan alat lainnya
yaitu :
a. Sit Harnes (dada), tali pengaman dada
b. Harnes duduk, tali pengaman/tambatan pinggang
c. Buntut sapi (Cow's Tails) atau tali pengaman darurat
d. Maillon Rapide (Delta), penyambung harnes dan tempat mengait alat
e. Croll (Chest Jammer) alat menaiki tali
f. Hand Jammer, alat menaiki tali
g. Decender, alat untuk menuruni tali
h. Tali prusik, 2 pasang
i. Webbing, tali pita.
2. Perlengkapan kolektif :
Peralatan ini sangat dibutuhkan untuk kegiatan bersama (beregu) dan
harus ada seseorang yang bertanggung jawab pada peralatan tersebut.
Pemeliharaan barang kolektif ini sebaiknya dilakukan bersama dan dapat
juga ditugaskan kepada satu orang. Sebaiknya yang memelihara alat
tersebut diserahkan pada orang yang mengerti pada peralatan tersebut,
jangan diberikan pada pemula karena sensitifnya peralatan. Namun
adakalanya kecenderungan dalam suatu organisasi untuk melimpahkan
tanggung jawab tersebut pada pemula, dalam hal ini sangatlah tidak
tepat.
Peralatan yang diperlukan :
a. Tali, dalam hal ini mutlah diperlukan dalam kegiatan penelusuran gua
vertikal. Alat ini sangat sensitif dan nyawa penelusur bergantung pada
kualitas dan cara pemeliharaannya. Untuk penelusuran dipergunakan tali
statik atau tali Speleo dan diperlukan yang berdiameter 9-11 mili. Untuk
panjang tali disesuaikan dengan kebutuhan
b. Tangga kawat baja, sangat fleksibel dalam penggunaannya dan mudah
dibawa. Sangat aman untuk melintasi air terjun terurtama jika rombongan
sebagian besar kurang mampu menggunakan peralatan SRT. Tiap penggunaan
tangga baja ini harus menggunakan pengaman (Safty line) tali dinamis
c. Tas besar (speleo bag), untuk tempat tali atau peralatan yang lainnya
d. Perahu karet, untuk mengarungi sungai atau danau
e. Pulley, sering disebut dengan katrol dan bermanfaat untuk Rescue
L. Bahaya-Bahaya
Survival dalam caving tidaklah dimungkinkan, oleh karena itu kecelakaan
di dalam gua selalu berakibat fatal. Karena dilakukan dalam keadaan
gelap total maka tingkat kesulitan dan resiko setiap aktifitas adalah 2
kali lipat daripada di luar gua. Apalagi di Indonesia belum ada (belum
mampu) membentuk suatu tim rescue (SAR) gua baik secara lokal maupun
nasional walaupun telah banyak gua dibuka sebagai obyek wisata. Di luar
negeri fasilitas SAR adalah sarana mutlak bagi penyelenggaraan suatu
obyek wisata gua.
NSS USA menyebutkan usia minimum penelusur gua (profesional dan amatir)
adalah 20 tahun sebagai batas psikologis (kecuali beberapa gua wisata
khusus mengijinkan siswa SD masuk). Alasan utamanya karena 90% kejadian
kecelakaan menimpa mereka dengan klasifikasi "Young (Teenager) Male
Unafiliated Novice" (Remaja/anak laki- laki belasan tahun yang tidak
terlatih dan tidak terdaftar pada kelompok speleologi resmi). Namun di
Indonesia tidak ada ketentuan batasan umur, bahkan di daerah tertentu
seperti di Karang Bolong Jawa Barat remaja belasan tahun telah memasuki
gua untuk menambang kapur atau sarang burung walet dengan peralatan
tradisional. Maka jelas sekali bahwa kestabilan emosional dan
keterlatihan/keterampilan yang memadai adalah syarat utama keselamatan
penelusuran.
Bahkan secara internasional syarat keterampilan ini seharusnya
dinyatakan dalam bentuk sertifikasi yang dikeluarkan melalui kursus /
pelatihan resmi oleh Federasi Speleologi setempat (di Indonesia adalah
HIKESPI). Oleh karena itu tidaklah berlebihan apabila kalangan
penelusuran gua memiliki motto keselamatan "SEDIA PAYUNG SEBELUM
MENDUNG" sehingga tidak cukup bersiaga dikala ada gejala bahaya namun
justru jauh sebelum itu. Maka estimasi perubahan situasi harus
senantiasa diperhatikan. Tingginya jam terbang, pengetahuan,
keterampilan dan senioritas tidak cukup dijadikan patokan keamanan
karena apa yang bakal dihadapi di dalam gua tidak seorangpun dapat
memastikan.
Etika pencegahan kecelakaan adalah :
1. Tidak memaksakan menelusuri gua bila badan kurang sehat
2. Keterampilan kurang terutama pada gua vertikal
3. Peralatan tidak lengkap, kurang terawat dan sudah uzur
4. Kesiapan mental kurang (sedang patah hati atau stress)
5. Anggota terlemah adalah patokan standar penelusuran, apabila anggota
terlemah mengalami gangguan maka saat itu juga penelusuran harus
dihentikan tanpa dapat ditawar lagi
6. Jumlah anggota kelompok tidak kurang dari 4 orang
7. Jangan masuk gua di musim hujan, seorang penelusur gua pada masa ini
biasanya cuti kegiatan dan hanya diisi dengan latihan ringan atau
memperdalam pengetahuan
8. Mintalah ijin kepada orang tua dan aparat daerah setempat dan
instansi terkait sekaligus berpamitan dengan sejujurnya tentang tujuan
dan lokasi kegiatan, perhatikan dengan cermat serta patuhi segala
wejangan atau nasihat mereka
Macam-macam bahaya :
1. Terjatuh, seringkali akibat kesalahan estimasi terhadap jarak
(distorsi) karena gelap. Melompat adalah hal yang haram dalam kegiatan
penelusuran gua
2. Kekurangan oksigen dan menghirup gas beracun, lorong penuh kelelawar
atau tumpukan guano, banyak terdapat akar pohon menjulur, tidak berair,
berbau belerang dan pengap harus dihindari karena penuh dengan kandungan
gas beracun seperti CO dan HS. Tanda-tanda umum kurangnya oksigen atau
serangan gas racun biasanya terjadi pening dan halusinasi
3. Keruntuhan atap dan meledak, adalah kejadian tak terduga yang tidak
dapat dihindari bisa diakibatkan gempa bumi atau ledakan dalam gua
(jangan membuang sisa karbit dalam gua atau masuk ke lorong penuh guano
dengan lampu karbit). Untuk menghindarinya perhatikan apakah lokasi
tersebut merupakan bekas penambangan kapur atau dekat dengan lokasi
peledakan dinamit sebuah proyek
4. Banjir, bisa dideteksi bila terdengar suara gemuruh dalam lorong, air
sungai yang terasa hangat dan terlihat sampah hanyut dalam aliran air.
Perhatikan batas air di dinding sehingga dapat diperkirakan ketinggian
air saat banjir, tentukan juga sebuah lokasi atau cekungan di atas batas
banjir sebagai tempat berlindung darurat bila terjebak banjir
5. Hewan berbisa, walaupun menurut pakar biospeleologi mereka ini hidup
di daerah mulut gua sampai 100 m. ke dalam namun bisa saja hewan seperti
ular ditemui jauh di dalam gua karena terhanyut aliran air atau
terperosok ke dalam dari atap atau ventilasi gua. Hindarilah cekungan
dan lobang di sekitar mulut gua karena di tempat itu mereka bersarang.
Bahaya lain adalah gigitan kelelawar dapat mengakibatkan rabies,
kotorannya (guano) menyebabkan histoplasmosis (penyakit jalan pernafasan
seperti TBC). namun umumnya hewan gua tidak mengganggu
6. Eksposure, hipotermia dan dehidrasi sangat mungkin terjadi akibat
terpaan angin kencang dari aven (ventilasi gua atau jendela karst), baju
yang basah karena berendam terlalu lama dalam air gua. Dehidrasi dapat
dihindari dengan jalan minum sebelum haus (ingat sedia payung sebelum
mendung) karena minum di saat haus datang berarti sudah sangat terlambat
karena lebih dari 25% cairan tubuh telah lenyap, ingat penguapan cairan
dan panas tubuh dalam gua terjadi sangat cepat tanpa terasa (bahkan
dapat dilihat dengan jelas uap air yang keluar dari tubuh bila dilihat
dengan sorot lampu)
7. Kegagalan peralatan, kelengkapan dan kecanggihan peralatan bukan
jaminan apabila tidak diikuti dengan perawatan dan pengetesan rutin
8. Bahaya terbesar 99% justru di jalan raya, kelelahan akibat padatnya
jadwal penelusuran mengurangi konsentrasi pada saat mengemudi. Jalan
terbaik sewalah pengemudi profesional yang tidak terlibat dalam tim
sebagai tenaga penunjang mobilitas.
0 comments:
Post a Comment